Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cara Membalas "Perbuatan Aniaya"

7 Juli 2012   16:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:12 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada sebagian orang menganggap kesabaran itu ada batasnya, tapi ada sebagian yang lainnya kesabaran itu tidak ada batasnya, karena kesabaran yang dikehendaki Allah sampai ada petunjuk jalannya. Saya lebih sependapat dengan pendapat yang kedua, itu kalau kita meyakini segala sesuatu yang kita alami adalah atas kehendak-Nya.

Demikian juga ketika kita merasa teraniaya, tidak pula kita harus membalasnya dengan berbuat aniaya, karena membalas penganiayaan dengan berbuat aniaya bukan sesuatu yang dikehendaki-Nya. Tidak perlu membalas suatu perbuatan jahat dengan kejahatan. Semua apa yang kita alami dan hadapi tidak terlepas dari cobaan ketaqwaan kita pada Yang Maha Berkuasa.

Saya akan memberikan sebuah kutipan sebagai illustrasi tentang apa yang pernah dialami Rasulullah Salallahu"alaihi wasalam.  Setiap Nabi Muhammad saw selesai beribadah dan lewat pada salah satu gang beliau diludahi, dilempar kotoran oleh salah seorang kafir setiap hari.

Beliau hanya berdoa agar orang kafir itu dibukakan pintunya hatinya seraya tanpa marah dan dendam. Pada suatu ketika Nabi berjalan di gang yang sama, setelah beberapa hari Nabi pun heran, ”kemana orang yang sering melempari aku ketika aku selesai beribadah di ujung gang ini”, dan bertanyalah beliau kepada salah satu penduduk dan penduduk itu menjawab, ”Ia sedang sakit yaa Rasul”.

Ketika ada kabar bahwa orang itu sakit, Rasulullah langsung menjenguknya tanpa ada dendam sedikit pun. Datanglah Rasul ke rumah orang yang sering sekali melampari beliau sambil membawa semangkok makanan.


Sang pemilik rumah pun tersentak dan menangis tersedu sambil berkata “Yaa Muhammad aku sering sekali melempari engkau dengan ludahan, kotoran dan sekarang engkau ke rumahku hanya untuk menjenguk dan membawa semangkok makanan seraya tidak ada dendam dan dengki di matamu, sedangkan tetangga dan kerabatku belum menjengukku sama sekali, yaa Muhammad sungguh mulia hatimu…”. Rasulullah telah menunjukkan bahwa dirinya bukan hanya merdeka tapi juga mau menjenguk dan mendoakan orang tersebut.

Memang kita bukanlah manusia sekelas Nabi Muhammad Saw, tapi setidaknya sikap dan prilaku beliau patutlah dijadikan Tauladan, setidak-tidaknya kita mampu untuk menghindari diri dari perbuatan aniaya. Demikianlah tulisan ini saya buat hanya untuk sekedar berbagi, semoga saja bisa menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi kita semua.

Sumber kutipan:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun