Munculnya kesadaran kolektif masyarakat dan kaum terpelajar merupakan akumulasi ketidaksukaan terhadap DPR, yang memang sudah sekian Periode tidak produktif.
Disisi lain KPK sedang diatas angin, karena aktivitas Pemberantasan Korupsi yang semakin masif, dan mencokok hampir rerata kader Partai politik, baik yang merupakan Anggota legislatif, maupun kepala daerah.
Sementara yang menginisiasi revisi UU KPK adalah DPR, dimana unsur didalamnya juga Partai politik. Maka semakin lengkaplah kebencian/ketidaksukaan sebagian besar masyarakat dan kaum terpelajar terhadap DPR.
Entah apa yang ada dalam pikiran Presiden Jokowi yang Ikut menyetujui revisi UU KPK, yang dilakukan DPR dimasa akhir jabatannya yang tinggal menghitung hari.
Padahal bisa saja Presiden menyetujui revisi UU KPK, tapi dilakukan setelah Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, juga saat DPR Periode 2019-2024 mulai bekerja.
Benarlah apa yang dikatakan Abraham Lincoln, dalam hal mengambil tindakan.
"Seandainya saya mempunyai waktu sepuluh jam untuk menebang pohon, saya akan melewatkan delapan jam pertama untuk mengasah kapak saya." [Abraham Lincoln]Â
Kalau itu yang dilakukan Jokowi, tentu tidak akan ada kegaduhan seperti yang terjadi sekarang ini. Seburuk apapun KPK tetap saja lebih buruk DPR dimata masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap DPR sudah tidak Ada.
Presiden mau bicara apapun tentang penguatan KPK, dengan adanya revisi UU KPK tetap saja tidak akan didengar, apa lagi beberapa pasal dari UU KPK yang sudah direvisi, masih dianggap melemahkan KPK.