Sedangkan yang kedua, "Orang ini berjihad karena perasaan tak mau dijajah. Ia tidak ingin kaumnya diperangi. Dan tidak berkehendak jika tidak ikut berjihad bersama kaumnya." Dan yang ketiga, "Dia berjihad karena ingin disebut sebagai laki-laki yang gagah berani."
Kelar menuturkan tiga sejawatnya yang ikut berjihad dengan masing-masing motifnya, laki-laki shalih yang tidak disebut namanya ini bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Dari ketiganya, siapakah yang layak disebut jihad fi sabilillah?"
Sekilas, kita melihat bahwa ketiga orang di atas tidak memenuhi syarat ikhlas. Motifnya bukan karena Allah Ta'ala dan Rasulullah, tapi harta, nasionalisme, dan gengsi agar disebut pemberani. Namun, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjelaskan dengan amat santun seraya menyampaikan,Â
"Siapa pun (di antara ketiganya) yang berjihad untuk meninggikan kalimat Allah Ta'ala, maka dia (terhitung) fi sabilillah."
Bagaimana dengan tafsir meninggikan kalimat Allah Ta'ala seperti yang dimaksudkan Nabi Shallallhu 'Alaihi wa Sallam.?Â
Inilah yang jangan sampai salah menafsirkannya, sehingga melakukan sesuatu atas dasar tafsiran sendiri, memaknai Jihad pun atas kepentingan pribadi dan politik. Itulah perlunya akal agar tidak mudah dimanfaatkan orang lain, Wallahu'alam.
Sumber: Dutaislam.com