Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Internet Membuat "Koma" Eksistensi Perangko

23 Maret 2012   10:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13324983831955019508

[caption id="attachment_167870" align="aligncenter" width="600" caption="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Perangko_1955_17_agustus_35_sen.jpg"][/caption]

Selama ini kita mengenal perangko sebagai tanda bukti pembayaran untuk sebuah jasa pos. Pada era tahun 90'an perangko cukup booming karena bermunculannya acara quiz di televisi ataupun radio yang mewajibkan para peserta quiz untuk mengirimkan kartu pos yang pasti harus disertai dengan perangko. Selain untuk melengkapi sebuah surat juga harus disertai dengan perangko. Baik surat pribadi ataupun surat khusus.

Menurut Wikipedia, munculnya perangko tercetus dari seorang guru yang berasal dari Brittania Raya bernama Sir Rowland Hill. Beliau sempat mengajukan sebuah ide kepada parlemennya untuk menyamaratakan tariff prangko tanpa melihat jauh atau dekatnya alamat yang dituju. Denggan maksud agar minat orang – orang dalam aktifitas surat menyurat semakin tinggi. Awalnya ide ini ditolak, namun beberapa tahun kemudian barulah idenya diterima. Dan setelah itu, Sir Rowland Hill mendapat penghargaan dan sebutan sebagai Bapak Perangko Dunia.

Dilihat dari kondisi itu, bisa memberikan sebuah gambaran kepada kita bahwa saat itu betapa sulitnya seorang Rowland Hill memperjuangkan eksistensi perangko dan budaya surat menyurat. Dan jika dibandingkan dengan kondisi saat ini betapa orang – orang justru semakin menginginkan segalanya lebih sepat dan mudah. Wajar saja jika semakin banyak orang yang memilih untuk berkirim email daripada menulis surat. Karena selain lebih mengefisiensikan waktu juga kemungkinan surat yang sampai rusak akan semakin kecil.

Harga perangko memang tidak mahal, kecuali perangko yang sudah menjadi barang antik alias hanya dipergunakan sebagai bahan koleksi. Namun dengan berkembangnya jaman, keberadaan prangko cukup tersisih. Kini kebanyakan orang beralih ke internet. Dimana si pengirim tidak perlu membeli perangko serta mengantarkannya ke kantor pos, ataupun membeli perangko untuk balasan.

Dengan internet segalanya lebih cepat dan praktis. Hanya dalam hitungan menit surat, mapun file yang dimaksudkan dapat dengan aman dan cepat bisa sampai ke pihak yang dituju.

Saya jadi teringat saat duduk di sekolah dasar saya memiliki seorang sahabat pena yang tinggal di Pekanbaru. Kami saling mengenal dari sebuah majalah anak – anak dan saling mengirimi surat. Disitu saya mulai rajin membeli banyak perangko dengan alasan agar tidak perlu repot – repot pergi ke kantor pos untuk membeli perangko. Kurang lebih 5 tahun saya dan dia saling berkirim surat. Namun saat saya duduk di bangku kelas 3 SLTP kebiasaan itu mulai berganti menjadi saling berinteraksi lewat internet. Karena saat itu internet masih baru dan kami ingin lebih akrab dengan teknologi ini. Dan sejak itu saya sudah tak pernah lagi membeli perangko guna mengirimkan surat. kami beromunikasi lewat internet setelahnya. Tapi saat saya lulus sekolah, saya kembali membutuhkan perangko untuk mengirimkan berkas surat lamaran pekerjaan. Tapi lagi – lagi saya kembali meninggalkan cara itu karena pihak perusahaan tak mau repot lagi menerima banyak berkas yang nantinya hanya menjadi sampah. Maka pihak penyedia lowongan pekerjaan membuat kebijakan baru dimana para pencari kerja bisa mengirimkan berkas surat lamaran mereka untuk dikirimkan via email.  Dan lagi – lagi perangko kembali tersisih dengan modernisasi yang ada.

Namun melihat kondisi ini, pihak PT Pos Indonesia yang notabene adalah perusahaan pencetak perangko  nampaknya tidak tinggal diam. Saat perayaan IMLEK kemarin mereka melaunching prangko dengan gambar unik. Yaitu gambar naga. Selain sebagai bentuk apresiasi mereka pada kebudayaan Tiong Hoa yang keberadaannya semakin diakui di Indonesia, juga untuk menarik minat masyarakat agar kembali berkirim surat lewat jasa pos. Namun sepertinya usaha tersebut tidak terlalu membuahkan hasil karena semakin hari pengguna internet dan memanfaatkan fasilitas berkirim surat lewat internet semakin banyak. Dan itu cukup menjadi kendala "berkibarnya" lagi kegunaan perangko. Memang belum sepenuhnya ditinggalkan, namun orang akan memilih sesuatu yang lebih efektif dan efisien bukan?

Memang, di antara kemajuan teknologi, pasti akan muncul pro dan kontra. Ada pihak yang diuntungkan dan adapula yang dirugikan. wajar bukan jika judul tulisan ini bahwa Internet Membuat "Koma" Eksistensi Perangko?

Tapi kini semuanya kembali pada kita. Tetap ingin melestarikan prangko sebagai pelengkap dalam budaya berkirim surat, atau meninggalkannya dan beralih ke sebuah teknologi bernama internet.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun