Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Tattoo dan Gimbal

1 November 2011   03:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:13 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya tattoo dan gimbal benar – benar saya sadari keberadaannya sewaktu saya berada ditanah Jogja. Saya berteman dengan mereka – mereka yang memang sengaja menganut budaya rajah tubuh. Bahkan ada pula yang hampir menutupi 90% bagian kulitnya. Saya menganggap itu adalah bukti cinta mereka pada seni.

[caption id="" align="aligncenter" width="394" caption="pinjem mbah Google"][/caption]

Pada dasarnya kebudayaan tattoo belum jelas sekali sejak kapan munculnya. Namun menurut beberapa ahli budaya tattoo ini sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Dalam catatan Ady Rosa, 48 tahun, dosen Seni Rupa, Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, tattoo Mesir baru ada pada 1300 SM. Menurut magister seni murni, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM. Tak hanya di Mentawai, suku Dayak pun menggunakan tattoo. Hanya bedanya tattoo di Mentawai jauh lebih demokratis yang maksudnya adalah mereka bebas melukis tubuhnya dengan gambar apapun. Namun untuk suku dayak, tattoo yang mereka kenakan tergantung kelas social mereka di lingkungannya.

Fungsi Tattoo pada suku Mentawai antara lain sebagai, penunjuk jati diri, penghias tubuh, dan simbol keseimbangan alam. Dimana masing – masing memiliki arti dan makna tersendiri. Selain Mentawai dan Dayak adapula Bali. Dimana tattoo mereka lebih memperlihatkan ke’eksotikkan.

Namun dibalik keindahan tattoo, masih ada pandangan miring terhadap penggunanya. Entah karena terlihat kucel dan kotor? Atau karena dianggap jadi urakan setelah pemakaian tattoo? Saya rasa tidak. Tatto adalah seni. Rajam’an jarum tattoo adalah tantangan. Malahan ada yang bilang, mereka rindu rasa sakit waktu di tattoo. Bagi beberapa orang yang antipati terhadap tattoo mungkin hal itu dianggap sesuatu yang aneh. Tapi  bagi si pengguna ya itu adalah sebuah kebanggaan.

Saya termasuk perempuan yang menyukai pria bertattoo. Terlihat sexy, dan menggoda. Karena buat saya sangat menyenangkan memandang lukisan – lukisan indah yang menempel lekat dengan kulit. Warna – warna yang menarik dan pilihan gambar yang asik. Pilihan gambar semakin banyak. Bahkan ada pasangan yang menatto tubuhnya dengan nama pasangan masing - masing.

Bagaimana dengan gimbal? Model rambut ala Bob Marley ? Penyanyi yang mengusung musik reggae ini seperti menjadi trendsetter rambut gimbal. Tapi asal mula gimbal ini masih menjadi kontroversi. Cuma di Negara kita sendiri “gimbal” sudah sangat populer di dataran tinggi Dieng. Menurut sebuah blog yang saya baca tentang asal mula gimbal di Dieng. Anak – anak di sana terlahir dengan rambut yang normal. Namun di fase tertentu ada beberapa anak yang tiba – tiba menjadi gimbal rambutnya. Mereka berperilaku seperti anak – anak lain. Hanya lebih aktif, dan agak nakal. Seringkali terjadi keributan antar sesama anak gimbal yang akhirnya berlanjut kepada keributan antar warga. Masyarakat Dieng sendiri menganggap bahwa pada rambut anak gimbal tersebut ada arwah yang menjaga. Yaitu arwah leluhur pendiri Dieng. Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan secara turun temurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon leluhur pendiri Dieng, Ki Ageng Kaladite pernah berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki rambut gimbal.

Namun di era modern ini banyak orang yang rela menggimbal rambutnya dengan bayaran yang cukup mahal. Semua kembali lagi pada seni. Oh iya, jangan samakan gimbal dengan rambut orang gila. Jelas itu berbeda, karena proses gimbal yang tidak alami itu dengan cara “menyulam” rambut dengan jarum khusus. Proses pembuatannya cukup rumit. Nah kalau orang gila bukan gimbal namanya,  rambut mereka kusut karena tidak pernah keramas hehehe.

Cuma ada 1 hal yang membuat saya agak kesal jika mendengar pandangan orang yang miring mengenai fenomena gimbal. Gimbal, Bob Marley, Ganja (cimenk). Tidak semua gimbal itu suka ganja, Cuma karena masyrakat mengenal gimbal karena munculnya sosok se’fenomenal Bob Marley makanya semua disangkut pautkan. Tak ada hubungannya. Ada yang suka cimenk tapi tidak Gimbal. Ada yg suka cimenk tapi tidak suka Bob Marley. Terkadang kondisinya memang selalu dibuat pas oleh mereka yang tidak memiliki cukup banyak sumber tentang gimbal itu sendiri.

Intinya, jangan identikkan tattoo dengan kejahatan. Apa koruptor itu bertatto? Apa orang gila itu “gimbalnya” beraturan seperti orang yang sengaja di gimbal? Ya lagi – lagi semua kembali pada kita semua. Masing – masing orang punya cara sendiri menunjukkan jati dirinya. Indonesia negara demokratis. Saya harap begitu pula dengan anda –anda yang tidak memandang sebelah mata akan kedua fenomena seni diatas ..

:D :D

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun