Mohon tunggu...
Aisyah Dwi Anggita
Aisyah Dwi Anggita Mohon Tunggu... Mahasiswa Manajemen

Saya adalah pribadi yang suka menikmati waktu luang dengan menonton film, terutama drama Korea, dan mendengarkan berbagai genre musik. Bagiku, cerita dalam film dan irama musik adalah cara terbaik untuk melepas penat dan menemukan inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kode Etik yang Bersuara : Whistleblower sebagai Penjaga Moral Organisasi

21 Mei 2025   22:50 Diperbarui: 17 Mei 2025   14:48 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
What is Whistleblowing (SUMBER : whistleform)

Dalam dunia profesional yang terus berkembang, Nilai integritas memegang peran penting sebagai dasar kepercayaan publik dan kelangsungan organisasi. Namun, ketika prinsip-prinsip moral dikalahkan oleh kepentingan pribadi, politik kantor, atau tekanan bisnis. siapa yang berani bersuara? Di tengah situasi demikian, hadirnya seorang Whistleblower yang berani mengungkapkan penyimpangan, ibarat suara nurani yang menolak tunduk pada penyimpangan moral.

Wistleblower : Suara Kecil, Dampak Besar

Whistleblowing adalah tindakan seseorang yang menginformasikan adanya penyimpangan hukum, etika, atau kebijakan yang terjadi dalam suatu organisasi kepada pihak yang memiliki otoritas. Menurut Near dan Miceli (1985), Whistleblowing merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan oleh anggota organisasi kepada pihak yang mampu mengambil tindakan korektif terhadap perilaku menyimpang. 

Whistleblower umumnya memiliki akses terhadap informasi internal yang tidak diketahui publik. Namun yang paling membedakan mereka adalah motivasi di balik tindakan tersebut bukan keuntungan pribadi melainkan keinginan untuk mempertahankan akuntabilitas dan tanggung jawab moral.

Kode Etik : Antara Prinsip dan Praktik

Hampir setiap organisasi memiliki pedoman etika atau kode perilaku yang tertulis. Namun, sering kali kode etik tersebut hanya menjadi formalitas di atas kertas, tanpa implementasi nyata. Whistleblower hadir sebagai pengingat bahwa kode etik bukan sekedar tulisan saja melainkan mereka hidup dalam tindakan, dan memiliki keberanian untuk menyuarakan ketidakbenaran yang terjadi.

Miceli, Near dan Dworkin (2008) menyatakan bahwa Whistleblowing dapat berfungsi sebagai sistem pengawasan internal yang mendeteksi penyimpangan lebih awal, sehingga organisasi dapat melakukan perbaikan sebelum kerusakan menjadi sistemik. ketika mekanisme internal gagal, whistleblower menjadi garis pertahanan terakhir dalam menjaga prinsip tata kelola yang baik (good governance).

Resiko Nyata, Perlindungan yang masih lemah

Meski tindakan mereka bertujuan baik, Whistleblower sering menjadi korban perlakuan tidak adil. banyak dari mereka menghadapi intimidasi, diasingkan dari lingkungan kerja, bahkan kehilangan pekerjaan. Di Indonesia, sistem perlindungan bagi whistleblower masih belum maksimal. Undang - undang No. 13 Tahun 2006 memang mengatur perlindungan saksi dan korban, namun belum secara spesifik mengakomodasi karakteristik pelapor di sektor non-pidana  atau swasta.

Transparency International (2020) mencatat bahwa minimnya perlindungan hukum membuat banyak pelanggaran tetap tersembunyi karena potensi risiko yang harus dihadapi pelapor terlalu besar. tanpa dukungan kebijakan yang kuat, suara kebenaran bisa tenggelam di tengah budaya diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun