SELAMATKAN PASAR CINDE!
Â
Pasar Cinde di kota Palembang terdapat di tengah-tengah kota Palembang. Pasar itu dibangun pada tahun 1958 dengan melirik disain pasar oleh arsitek terkenal, Thomas Karsten. Walaupun usianya sebetulnya baru 58 tahun, pasar itu sudah menjadi ikon yang memberikan identitas bagi masyarakat dan kota Palembang. Pasar Cinde adalah landmark kota yang setara dengan Benteng Kuto Besak, Jembatan Ampera, Bukit Siguntang dan makam-makan sultan—termasuk pemakaman Cinde Walang yang terdapat di belakang Pasar Cinde.
Berkali-kali orang Palembang dikagetkan dengan desas-desus bahwa Pasar Cinde akan digusur. Berkali-kali pula desas-desus itu ternyata tak berdasar. Akhir-akhir ini, ternyata penggusuran Pasar Cinde bukan lagi sekedar desas-desus. Koran sudah memberitakan penggusurannya dan bahkan, sudah pula menayangkan rancangan bangunan berlantai 12 yang akan didirikan di lokasi setelah Pasar Cinde digusur dan diratakan dengan tanah.
Selamatkan Pasar Cinde!
Barangkali ada yang tertawa, mencemooh dan mempertanyakan: mengapa Pasar Cinde harus diselamatkan?
Secara arsitektural, Pasar Cinde istimewa oleh rancangan khas berupa kolom-kolom cendawan yang menunjang atap dan plafonnya. Kolom-kolom cendawan ini—buah pikiran Thomas Karsten--juga menjadi ciri khas Pasar Johar (Semarang) yang terbakar dan Pasar Bulu serta Pasar Jatingaleh yang telah digusur. Kini, Pasar Cinde merupakan satu-satunya pasar di seluruh Indonesia yang masih memiliki kolom-kolom cendawan penopang yang menggambarkan pepohonan yang biasanya melindungi banyak pasar tradisional di Indonesia.
Secara antropologis, Pasar Cinde menarik karena berbeda dengan pasar-pasar lainnya, pasar itu dibangun sebagai ajang perekonomian yang multi-rasial di kota yang sebelumnya ketat memisahkan ruang tinggal penduduk berbagai bangsa (Pasar 16 Ilir di kawasan Kampung Cina, Pasar Lemabang di kawasan Kampung Arab). Pasar Cinde menyatukan pedagang-pedagang dari berbagai sukubangsa di Palembang. Bhineka Tunggal Ika di bawah satu atap.
Komoditi dagang di Pasar Cinde pun beraneka, mulai dari kebutuhan rumah tangga sehari-hari sayur, bebuahan, daging, jajanan sampai ke suku cadang mobil dan batu akik. Semua itu merupakan wujud kentara dari intangible heritage masyarakat dan kebudayaan di Palembang.