Mohon tunggu...
Ainag Al Ghaniyu
Ainag Al Ghaniyu Mohon Tunggu... Buruh - a jannah seeker

Writing for healing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Larangan Mudik Disamakan dengan Larangan Pulang

12 Mei 2021   08:09 Diperbarui: 12 Mei 2021   08:25 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemahaman sederhana versi saya tentang pengertian MUDIK adalah kegiatan pulang ke kampung halaman atau ke daerah/kota tempat keluarga besar/keluarga dekat tinggal, yang umumnya hanya dilakukan setahun satu atau beberapa kali saja. Kebanyakan mudik dilakukan ketika ada peristiwa atau perayaan tertentu misal hari raya, keluarga yang menikah, atau terjadi kematian.

Sedangkan PULANG, lagi-lagi versi saya, adalah kembali ke daerah/kota tempat keluarga inti tinggal, dan biasanya aktifitas ini dilakukan secara rutin, entah beberapa kali dalam seminggu, 1-2 minggu sekali, sebulan sekali, dan tidak lebih lama dari tiga bulan sekali. Ada atau tidak ada peristiwa khusus, seseorang akan memilih rutin pulang ke rumahnya.

Sudah terlihat bedanya? 

Lalu siapakah yang disebut keluarga inti ini? 

Bagi mereka yang telah menikah sudah tentu istri atau suami dan anak-anak. Untuk yang belum menikah keluarga inti adalah orang tua dan saudara kandung yang masih serumah.

Terus kenapa?

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk keprihatinan, khususnya dari saya pribadi sebagai seorang ibu bekerja, dengan resiko mutasi kerja ke seluruh daerah di Indonesia, tanpa bisa memilih. Tanpa bisa membawa anak/istri/suami ikut berpindah-pindah kota setiap mutasi.

Tahun 2021,  demi alasan mengurangi potensi naiknya kasus Covid-19, pemerintah kembali menetapkan larangan mudik pada masa lebaran untuk kedua kalinya. 

Lalu bagaimana dengan mereka yang memiliki rutinitas pulang tadi? Di antara mereka terdapat para ibu yang terpisah kota ribuan kilometer, bahkan pulau, dengan buah hatinya. 

Kalau selama ini kita lebih memaklumi Bang Toyib yang berwujud bapak-bapak yang tak bisa sering-sering pulang ke keluarganya, maka sekarang ada banyak Bu Toyib yang mengalami nasib serupa.

Khusus untuk ASN, tekanan untuk tidak meninggalkan kota tempat unit kerjanya berada sedemikian kuat. Di beberapa instansi, para unsur pimpinan melarang keras kepulangan para pegawai di unit kerjanya. Pertimbangannya bila pemerintah saja tak bisa mengendalikan pegawainya, bagaimana akan mengatur masyarakat luas? Bagaimanapun ASN memegang beban sebagai teladan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun