Pada 1960-an, nama H.M. Subchan Z.E. mulai terdengar. Ia politisi NU yang tampil beda. Modern, flamboyan, dan tak terikat pola umum tokoh NU saat itu.
Sebagai pengusaha yang banyak bergerak di Jakarta, ia pandai bergaul, membangun jejaring dengan orang-orang kunci. Jaringan itu menjadi modal politiknya.
Karena dipercaya, ia kerap diposisikan sebagai penghubung, termasuk menjembatani NU dengan A.H. Nasution.
Karier politiknya cepat menanjak. Posisinya makin strategis ketika ia menjadi Wakil Ketua IV PB NU.
Dari sana, ia berada di garis terdepan sebagai tokoh antikomunis. Peristiwa G30S/PKI menjadi panggung penting.
Bersama Jusuf Hasjim, ia mengambil inisiatif dan menunjukkan sikap yang tegas anti PKI. Keberaniannya membawanya ke posisi kunci sebagai ketua Kesatuan Aksi Pengganyangan (KAP) Gestapu.
Dalam menjalankan tugas, KAP Gestapu berkoordinasi dengan Soeharto. Rangkaian aksi itu ikut mengakhiri rezim Orde Lama.
Subchan tidak berhenti di tingkat elite. Ia turun ke lapangan, menggerakkan massa. Ia membentuk Front Pancasila, yang mengoordinasi kelompok pemuda untuk menentang Soekarno.
Suaranya begitu vokal sampai ia berhadapan langsung dengan Bung Karno. Ketika ditanya, ia menimpali dengan kalimat yang terkenal itu: "Tidak, saya tidak ikut demonstrasi. Tapi saya memimpinnya."
Anekdot singkat, tetapi cukup untuk menggambarkan nyalinya.
Namun kawan bisa berubah. Hubungannya dengan militer tak mulus selamanya. Ia mulai berbeda pandang, terutama soal RUU Pemilu yang menurutnya tidak demokratis.