Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Laju Kereta Api Kolonial, Siapa Sebenarnya Diuntungkan?

19 September 2025   23:00 Diperbarui: 16 September 2025   12:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rel kereta Priangan, yang sempat jadi tumpuan ekonomi bagi pemerintah Belanda di era kolonial. (National Museum van Wereldculturen via Kompas.com)

Cerita tentang pembangunan kereta api di masa kolonial biasanya terdengar megah. Semua tentang kemajuan, modernisasi, dan teknologi yang memangkas jarak waktu.

Ambil contoh jalur Batavia ke Surabaya. Dulu, perjalanan itu makan waktu kira-kira dua hari penuh.

Melelahkan untuk penumpang. Lama untuk pengiriman barang. Lalu pemerintah kolonial menggandeng Staatsspoorwegen (SS).

Puncaknya pada 1929, mereka meluncurkan kereta ekspres bernama Eendaagsche Express. Durasi tempuhnya dipangkas menjadi sekitar tiga belas jam (detik.com).

Kedengarannya seperti lompatan besar. Teknologi yang layak dibanggakan.

Tapi, apakah sesederhana itu? Kereta api itu dibangun untuk siapa? Memudahkan hidup semua orang, atau hanya sebagian?

Ada narasi lain yang jarang dibicarakan. Wajar kalau kita bertanya: kemajuan ini jatuh ke tangan siapa, dan siapa yang paling diuntungkan dari deru mesin uap itu?

Kalau dilihat lebih teliti, tujuan utamanya bukan layanan penumpang umum. Arah besarnya adalah ekonomi dan kontrol militer (Kompaspedia Kompas).

Pemerintah kolonial mencium potensi laba dari tanah Hindia Belanda. Hasil buminya melimpah: kopi, gula, karet, teh, juga aneka rempah.

Semua komoditas ekspor perlu diangkut massal dari kebun ke pelabuhan. Proses itu harus cepat dan murah supaya laba maksimal.

Kereta api jadi jawabannya. Ia berubah menjadi mesin penyedot keuntungan bagi pemerintah kolonial dan modal swasta Eropa (Kompas.com, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun