Setiap motor biasanya membawa cerita. Sumbernya bisa dari mana saja. Dari pabrik, dari para pemakainya, bahkan dari layar kaca. Honda Win 100 termasuk yang punya kisah paling unik.
Banyak orang mengenalnya, dan menariknya, motor ini hidup dengan dua julukan. Ada yang menyebutnya motor camat. Ada juga yang menamainya motor Si Doel.
Dua sebutan dari dua masa yang berbeda, tapi keduanya menempel kuat, membentuk warisan yang jauh melewati fungsi awalnya sebagai alat transportasi.
Pada mulanya Honda Win dipakai sebagai kendaraan dinas. Motor ini diperkenalkan pada 1984, dan pemerintah langsung kepincut. Unitnya diborong untuk berbagai instansi (GridOto).Â
Mesinnya sederhana, 97,2 cc, tapi bandel. Tenaganya kuat, perawatannya mudah, dan konsumsi bensinnya irit. Karakter seperti ini membuatnya cocok menembus jalan yang sulit, termasuk rute yang belum beraspal mulus.
Citra saat itu jelas fungsional. Ini motor kerja, simbol aparat yang bertugas di lapangan. Tak heran julukan motor camat atau motor Pak Kades melekat erat.
Lalu muncul sinetron yang mengubah panggungnya. Di era 90-an, "Si Doel Anak Sekolahan" menampilkan Honda Win sebagai tunggangan setia Kasdullah alias Doel.
Doel adalah mahasiswa teknik yang berjuang mencari kerja. Hari-harinya ditemani Win.Â
Pelan-pelan, citra motor ini bergeser. Dari motor pejabat menjadi motor rakyat biasa.Â
Dari simbol tugas menjadi simbol perjuangan, harapan, dan kesederhanaan khas anak Betawi. Dampaknya terasa kuat dan luas (CNN Indonesia, 2021).
Honda Win tak lagi sekadar produk otomotif. Ia pelan-pelan naik kelas menjadi ikon budaya populer.