Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tragedi Berulang Rinjani Soroti Gagalnya Sistem Keamanan Wisata Kita

25 Juni 2025   22:55 Diperbarui: 25 Juni 2025   22:55 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim SAR evakuasi Juliana, pendaki Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani, NTB, Senin (23/6/2025). (Dok. Humas Kantor SAR Mataram via KOMPAS.COM)

Ada kabar duka dari Rinjani. Seorang turis asal Brazil meninggal. Jatuh ke jurang. Lagi-lagi, kita dengar cerita yang sama. Sampai kapan?

Setiap kali ada berita begini, hati kita miris. Kenapa harus terjadi lagi? Ini bukan sekadar angka statistik. Ini nyawa manusia. Kalau keselamatan di tempat wisata andalan saja begini, bagaimana di tempat lain? 

Ini soal rasa aman kita saat berlibur di negeri sendiri. Sebuah perasaan yang seharusnya tidak perlu kita pertanyakan, apalagi khawatirkan.

Masalah utamanya adalah keselamatan seringkali dianggap remeh. Padahal, Rinjani punya jalur yang sangat berbahaya, terutama jalur menuju puncak yang terjal dan tidak stabil. Ini bukan lagi rahasia umum, tapi fakta yang terus memakan korban.

Ini bukan soal nasib buruk satu atau dua orang. Data menunjukkan sebuah pola yang mengerikan. Dari tahun 2017 hingga 2024, sudah ada sembilan korban jiwa yang tercatat di kawasan Gunung Rinjani (Kompas.id, 2025).

Angka ini adalah bukti nyata. Ada yang salah secara sistemik. Masalah ini sangat serius. Sampai-sampai Pemerintah Brasil turun tangan. Mereka memantau langsung evakuasi warganya. Warga mereka adalah korbannya (Kemenlu Brasil, 2025).

Keterlibatan negara lain ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi kita. Ini adalah sebuah sinyal. Keamanan wisata kita jadi sorotan dunia. 

Kita tidak bisa lagi tutup mata. Juga tidak bisa pura-pura. Seolah semuanya baik-baik saja. Pengelola harusnya bisa lebih tegas. Mungkin dengan membatasi jumlah pendaki. 

Batasan itu harus lebih ketat. Atau berani menutup total jalur berbahaya. Terutama saat cuaca tidak menentu. Jaminan pulang dengan selamat harus menjadi prioritas absolut.

Bukti bahwa keamanan belum menjadi nomor satu sangatlah jelas dan bisa kita lihat dari berbagai sisi. Berikut adalah rinciannya:

  • Kejadian Berulang Tiap Tahun.
    Tragedi ini bukanlah anomali. Sebelum Juliana Marins, seorang pendaki asal Malaysia juga dilaporkan meninggal dunia di tahun yang sama di jalur pendakian yang berbeda (Kompas.id, 2025).
    Pola kejadian yang terus berulang ini menunjukkan bahwa sistem pencegahan kita belum berjalan efektif. Kita hanya bereaksi setelah ada korban, bukan mencegah agar tidak ada korban sama sekali.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun