Perkembangan tafsir sains dalam khazanah Islam merupakan upaya untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an dengan perspektif ilmiah, khususnya ayat-ayat kauniyyah yang berkaitan dengan fenomena alam. Misalnya, kajian tentang ayat-ayat gempa bumi menunjukkan bahwa Al-Qur'an menggunakan istilah seperti az-zalzalah, ar-rajfah, dan as-sha'iqah untuk menggambarkan guncangan bumi, baik dalam konteks azab duniawi maupun peristiwa kiamat. Tafsir klasik cenderung menekankan dimensi spiritual dan eskatologis, sementara tafsir ilmi mencoba mengaitkannya dengan penjelasan seismologi modern, seperti pergerakan lempeng tektonik dan gelombang seismik.Â
Â
Kecenderungan ini sejalan dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, yang menolak pemisahan tajam antara wahyu dan sains. Pemikir Muslim kontemporer menegaskan bahwa Al-Qur'an tidak hanya berfungsi sebagai kitab suci, tetapi juga sebagai sumber epistemologi yang mendorong integrasi antara ilmu agama dan ilmu empiris. Islamisasi ilmu, sebagaimana digagas oleh tokoh-tokoh seperti Syed Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi, menekankan pentingnya tauhid sebagai landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis dalam membangun ilmu pengetahuan yang selaras dengan nilai spiritual
Â
Dari kedua artikel di atas kita dapat melihat, bahwasannya tafsir ilmi dan Islamisasi ilmu berjalan beriringan. Tafsir ilmi membuka ruang untuk menafsirkan ayat ayatnya secara dialogis dengan temuan-temuan sains, sedangkan Islamisasi ilmu mengingatkan agar sains tidak terlepas dari nilai-nilai yang di ajarkan agama Islam. Dengan begitu, korelasi antara tafsir sains dan Islamisasi ilmu tidak semata-mata bertujuan membuktikan kebenaran Al-Qur'an lewat sains, melainkan membangun keterhubungan epistemologis yang menyatukan iman, ilmu, dan amal. Hal ini di buktikan dengan tafsiran di , QS. Az-Zalzalah [99]:1--2, yang dipahami bukan hanya sebagai gambaran yang di ceritrakan di dalam Al Qur'an, tetapi juga relevan dengan teori tektonik modern.
Â
Tidak hanya itu, integrasi tafsir sains dan Islamisasi ilmu berfungsi sebagai kritik terhadap pemahaman sains Barat yang cenderung sekuler. Barat membangun ilmu pengetahuan di atas semangat sekularisasi, memisahkan sains dari nilai-nilai agama. Islamisasi ilmu hadir sebagai upaya de-sekularisasi, yaitu mengembalikan ilmu ke dalam bingkai tauhid, agar kemajuan teknologi tidak kehilangan arah moral dan spiritual. Dengan demikian, integrasi wahyu dan sains bukan hanya soal kecocokan makna, melainkan juga soal membangun paradigma keilmuan yang utuh dan berkeadaban.
Â
Dari sini dapat disimpulkan bahwa perkembangan tafsir sains dan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan memiliki korelasi yang erat. Keduanya sama-sama menegaskan pentingnya membaca Al-Qur'an dalam konteks modern tanpa menanggalkan warisan tafsir klasik, serta mendorong terbentuknya peradaban Islam yang progresif secara teknologi namun tetap berakar pada nilai ajaran agama islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI