Mohon tunggu...
Ahmad Zikril Hakim
Ahmad Zikril Hakim Mohon Tunggu... Universitas Nasional

Mahasiswa Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Intoleransi dan Radikalisme

13 Mei 2022   21:35 Diperbarui: 13 Mei 2022   21:54 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang


Radikalisme dalam perkembangannya diartikan suatu paham dalam masyarakat yang mana aksinya adalah menuntut sebuah perubahan melalui jalan kekerasan. Ditinjau dalam sudut pandang lain, salah satunya dalam pandangan keagamaan, radikalisme didefinisikan sebagai bentuk fanatisme yang ekstrem terhadap suatu agama yang mengakibatkan perubahan pola sikap sehingga berimbas pada kekerasan dalam memaksakan kesetaraan paham dengan apa yang dianutnya Di Indonesia, aktivitas radikalisme ditandai dengan meningkatnya beragam aksi kekerasan dan teror (Mulyadi, 2017).
Teror yang marak beraksi kini disebut dengan terorisme. Kajian seputar terorisme diadakan berdasarkan terkuaknya kelompok-kelompok yang bersifat radikal, seperti kejadian pengeboman World Trade Center (WTC) pada tahun 2001. Di Indonesia sendiri terorisme mulai ramai dibicarakan sejak adanya bom Bali 1 dan 2, bom JW Marriot, dan bom Ritz Calton (Nursalim, 2014). Perihal radikalisme dengan aksi terorisme, pemerintah memfokuskan pada mitasi atau pencegahan terjadinya penyebaran paham ekstrem dalam masyarakat. Namun kondisi korban paska terorisme terhadap efek psikologis nya juga harus lebih diperhatikan.
Umumnya paham radikalisme muncul sebab adanya suatu paham ekstrem sebagai akibat dari ketidakpuasan oknum tertentu terhadap situasi atau suatu keadaan. Aksi radikal seringkali mengaitkan agama dengan sikap intoleransi nya sehingga muncul lah oknum radikal mengatasnamakan agama tertentu sehingga berujung pada aksi kekerasan. Akibatnya, kesan negatif bermunculan dan masyarakat kian mendiskreditkan agama tertentu.
Di Indonesia, aksi radikalisme yang mengaitkan agama kian terjadi, seperti aksi intoleransi di Mertodranan Solo yang tengah menggelar doa bersama sebelum pernikahan berlangsung. Pelaku beranggapan bahwa itu merupakan kegiatan terlarang, akibat dari kejadian tersebut, tiga orang terluka. Selain itu pada aksi pengeboman yang terjadi di Polrestabes Medan, yang mengakibatkan pelaku tewas dan tujuh orang menjadi korban termasuk dari pihak kepolisian dan warga sipil. Adapula aksi kekerasan yang terjadi di Jawa Barat dengan mengatasnamakan Islam yang berlatarbelakang pesantren. Hal ini mengakibatkan lunturnya corak positif pesantren sebagai institusi pendidikan agama Islam.
"Kekerasan dan kebencian dengan mengatasnamakan Tuhan adalah suatu tidakan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan" (Paus Fransiskus, Kompas, 27/11/2015). Tokoh agama lainnya juga telah menyerukan hal yang serupa. Bahwa agama bukanlah suatu landasan untuk membenarkan suatu tindakan kekerasan. Toleransi dan harmonisasi harus dijunjung tinggi dalam perbedaan paham termasuk dalam perbedaan dalam berkeyakinan. Sehingga agama bukanlah sesuatu yang melatarbelakangi paham untuk menentukan suatu kondisi yang memaksakan.
Setelah mendalami latar belakang penulisan ini, maka hal-hal seperti mengapa orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu bersedia untuk melakukan aksi-teror dengan mengatasnamakan agama? Apa alasan masyarakat dalam mengadili bahwa hal tersebut merupakan aksi terorisme?

Pembahasan

Berdasarkan pandangan dalam segi sosial politik, ekonomi, dan psikologi dalam mengkacamatai terjadinya tindak menyimpang berlatarbelakang agama dan bentuk-bentuk terorisme lainnya di Indonesia, hal tersebut kian diperagai karena adanya keyakinan bahwa paham yang disemboyankan padanya adalah venar, sehingga menolak perbedaan atau kondisi pada tempat, waktu, atau sejenisnya yang berubah-ubah yang mana tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini. Pihak tersebut melakukan tindakan terorisme dengan berbagai alasan yang logis, sosial, juga pragmatis karena mempunyai suatu argumen yang cukup tentang perbuatannya dan merasa yakin tentang perbuatannya melakukan tindak kekerasan.
Alasan tersebut muncul dengan dalih terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mereka. Seperti faktor politik, ekonomi, psikomagic, dan budaya (agama). Hal ini adalah salah satu dasar legitimasi yang sering diperdengarkan dipermukaan.
1. Penyebab Intoleransi di Kalangan Masyarakat
Faktor penyebab terjadinya intoleransi seringkali kita dengar, berbagai mitasi pencegahan nya dengan beragam pendapat para ahli pun tak kian meredakan terjadi nya hal seperti intoleransi ini. Karena:
1) Kesiapan mental yang kurang untuk menerima perubahan zaman, perbedaan pendapat, serta menghadapi kenyataan sosial.
2) Ketimpangan dalam politik yang kerap memunculkan spekulasi tentang bagaimana pengelolaannya membatasi pergerakan kaum muda atau kelompok-kelompok tertentu. Sehingga paham radikal dan kebencian bermunculan
3) Ketimpangan ekonomi, adalah salah satu faktor paling unggul dalam memunculkan aksi-aksi yang merugikan termasuk aksi kekerasan. Karena sulitnya kehidupan, tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, serta beragam hal yang menyulitkan dalam kegiatan ekonomi membuat seseorang atau sekelompok orang mudah dirasuki perasaan yang menyimpang sehingga dengan mudah dan bersedia melakukan aksi menyimpang
4) Keagamaan, yang mana hal ini merupakan bumbu lama yang terus-menerus mencuat ke permukaan. Beberapa oknum menyalahi suatu paham sehingga penganut pada keyakinan tertentu menjadikan pahamnya adalah benar dan apa yang dipercayai orang lain adalah salah. Contohnya seperti agama-agama besar di Indonesia, yang telah melalui zaman modern ini ternyata masih banyak oknum yang terbuai dengan ajaran sesat atau palsu atau menyimpang. Imbasnya, aksi bullying banyak terjadi bukan hanya pada kehidupan secara langsung, namun juga terjadi di kehidupan bersosial media. Agama satu dengan yang lainnya saling tidak menghargai dan mencorehkan celetukan atau unggahan tertentu yang menyebabkan konflik. Padahal telah jelas diterapkan dalam Pancasila yang diartikan bahwa setiap individu dapat menganut keyakinannya masing-masing dan sewajibnya saling menghargai apa yang berbeda dari diri sendiri dan menghormati keyakinan dan pendapat orang lain yang tidak sepaham.
Isu krusial antar agama di Indonesia masih belum menemukan tittik terangnya. Pendidikan keagamaan di Indonesia pun perlu dilakukan moderasi sehingga tidak mengecam kepada antar agama akibat paham kolot yang dapat memecah persatuan. Sikap intoleransi dan toleransi yang berlebihan atau oleh masyarakat biasa disebut sebagai pluralisme (yang menurut saya pluralisme sendiri bukanlah suatu bentuk toleransi yang berlebihan, namun memanglah hanya bentuk dari 'Untukmu agamamu, dan untukku agamaku' tanpa mencampur adukkan keyakinan satu sama lain, namun tetap memperhatikan situasi zaman) adalah bentuk-bentuk yang selayaknya dijelaskan dalam institusi pendidikan supaya generasi selanjutnya dapat mengerti apa hakikat toleransi dan bagaimana seharusnya menerjemahkan nya. Dan tetap diteguhkan bahwa keputusan adalah milik mayoritas, jadi bukanlah sebuah keharusan pendapat kelompok tertentu dijunjung tinggi, namun tentu kelompok minoritas pun perlu dihargai dan didengarkan. Sehingga intoleransi di Indonesia daoat menghilang dan kerap saling menghargai dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.
2. Penyebab Radikalisme-Terorisme
Dari intoleransi yang berkembang di Indonesia, juga merupakan faktor penentu unggul terhadap tindak atau aksi radikalisme-terorisme. Faktor lainnya yang ditinjau dan disepakati oleh beberapa ahli dan pengamat diantaranya sebagai berikut:
1) Persoalan pemahaman keagamaan
2) Ketidakadilan dan ketidakpuasan terhadap politik, ekonomi, dan hukum yang berjalan
3) Pendalaman dalam dunia pendidikan yang belum menjangkau
Mengamati faktor-faktor penyebab radikalisme-terorisme tersebut, dapat dipahami bahwa faktor ini adalah bentuk dari naungan masyarakat, atau dimaksud sesuatu yang besar yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Seperti politik, ekonomi, hukum, dan agama merupakan ranah-ramah besar, sehingga kesalahannya dalam beroperasi menjadi suatu amukan massa.
Aktor-aktor yang melakoni kekerasan ini biasanya melihat hal seperti politik, ekonomi, hukum, dan agama tidak menaungi nya sesuai harapannya. Menurut pernyataan para ahli, kehidupan yang dijalani adalah kehidupan yang keras yang kian melemahkan mental sehingga merasa tidak adanya keadilan, pun dari sistem pemerintahan yang kurang tertata dengan baik sehingga memunculkan oknum yang meresahkan masyarakat dan atau ia mendapati paham-paham yang memutarkan balikan otaknya sehingga kebenaran yang ada adalah palsu.
Salah satu bentuk radikalisme karena tingginya intoleransi yang meranah ke Indonesia adalah fenomena hadirnya kelompok ISIS. Fenomena ISIS merupakan serangkaian kejadian atau kondisi yang dapat dipahami dan dijustifikasi melalui kajian disiplin ilmu tertentu. Munculnya Islamic State of Irak and Syiria (ISIS) merupakan peristiwa besar yang kian ditinjau hingga kini, dan keberadaan masih mengejutkan bagi masyarakat walaupun dapat dikatakan telah lama terkuak dipermukaan. ISIS merupakan sebuah kelompok yang melakoni operasi nya di Irak juga Suriah, yang kemudian menyebarluaskan pengaruhnya ke berbagai negara. Organisasi ini dipimpin oleh Abu Bakar al - Baghdadi yang terkenal dengan penaklukan nya yang sadis yakni membolehkan perbuatan keji seperti pembunuhan, pembantaian, penjarahan, aksi teror terhadap siapa saja yang menolak hadirnya ISIS dan menyalahkan atau tidak meyakini paham yang sama dengan kelompok ISIS.

Kesimpulan

Intoleransi dan Radikalisme-Terorisme di Indonesia bukanlah kasus baru yang hadir dipermukaan. Melalui berbagai zaman yang kian canggih, aksi-aksi tersebut justru menemui celah baru untuk menunjukkan eksistensinya. Hal ini sangat perlu diwaspadai, terlebih terhadap pemuda Indonesia yang dalam masa krisis umur dalam pencarian jati dirinya. Sebab lemahnya ketahanan mental dan runtuhnya pola fikir serta jatuhnya kecerdasan dalam menentukan benar atau salah dapat menjerumuskan nya kedalam aksi yang menyimpang.
Mitasi pencegahan terhadap aksi-aksi tersebut perlu diperhatikan dengan saksama dan memfokuskan pada faktor-faktor penyebabnya, karena keberlangsungan faktor tersebut adalah ranah besar yang pertumbuhannya dapat berubah seiring zaman, sehingga perlu  kewaspadaan pada perbedaan pendapat yang menyebabkan kekerasan ini. Pemerintah juga perlu merealisasikan program tertentu sehingga dapat meminimalisir kecemburuan sosial dan sebagainya. Contohnya dengan menggerakkan dan menjunjung tinggi toleransi yakni dengan edukasi penyuluhan baik langsung maupun media sosial, pembuatan film yang bernilai edukasi bukan semata hanya menghibur, juga mengklarifikasi dengan memfilter pernyataan pada media yang dianggap sensitif.

Referensi


Habeahan, S., 2021. ESENSI: Jurnal Manajemen Bisnis: Upaya Mengatasi Intoleransi dan Radikalisme Melalui Pendidikan Agama Yang Moderat. Vol 24 (3), pp. 436-445
Qadir, Z., 2016. Jurnal Studi Pemuda: Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Agama. Vol 5 (1), pp. 429-445
Subagyo, A., 2020. Jurnal Rontal Keilmuan PKn: Implementasi Pancasila Dalam Menangkal Intoleransi, Radikalisme Dan Terorisme. Vol 6 (1), pp. 10-24

NPM: 193516516606

Prodi: Ilmu Komunikasi

Universitas Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun