Mohon tunggu...
Ahmad Wicaksono
Ahmad Wicaksono Mohon Tunggu... Pustakawan - Peduli NKRI

Diawali dengan bismilah...

Selanjutnya

Tutup

Money

Seberapa Besar Keuntungan yang Didapat Negara Indonesia jika Memiliki Kerja Sama Strategis dengan Palestina?

10 Oktober 2020   14:48 Diperbarui: 10 Oktober 2020   14:51 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Palestina sudah terjalin sejak lama. Sebab itu, Indonesia menolak untuk mengakui negara Israel hingga kesepakatan damai tercapai antara Palestina dan Israel. Indonesia juga sudah berusaha membela hak-hak rakyat Palestina dan mendukung perjuangan rakyatnya selama ini.

Sebelum berkomentar tentang potensi manfaat dari kerjasama strategis antara Indonesia dan Palestina, kita perlu mengetahui sejarah hubungan kedua negara tersebut terlebih dahulu. Sehingga, kita semua dapat menilai kemungkinan terbentuknya kerjasama strategis ini dan seberapa banyak manfaat yang bisa didapat oleh Indonesia.

Semenjak merdeka, Indonesia sudah berselisih dengan Israel dan menolak menjalin hubungan dengan negara tersebut. Presiden Indonesia Soekarno mengutuk keras agresi Israel terhadap negara-negara Arab dan mendukung perjuangan mereka melawan Israel. Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo juga masih tetap mendukung perjuangan rakyat Palestina.

Berdasarkan fakta yang ada, kemungkinan pemerintah Indonesia melakukan kerjasama strategis dengan Palestina selain di sektor pertanian, pariwisata dan komunikasi-teknologi informasi sangatlah kecil karena ketiga sektor ini merupakan sumber utama pendapatan Palestina selama ini. 

Kita juga harus memahami bahwa Palestina tidak memiliki angkatan darat, udara dan laut, sehingga Badan Keamanan Palestina tidak membuat senjata berat dan peralatan militer canggih.

Dalam proses perdamaian Israel-Palestina, Israel secara konsisten menuntut agar Palestina selalu didemiliterisasi. Negosiator Israel juga menuntut agar pasukan Israel menjaga wilayah Tepi Barat, mempertahankan kendali atas wilayah udara Palestina, dan mendikte senjata apa yang dapat dan tidak dapat dibeli oleh pasukan keamanan Palestina.

Di sektor pertanian, hasil produksi telah mendukung kebutuhan penduduk dan menjadi ekspor Palestina. Menurut Dewan Hubungan Eropa Palestina, sektor pertanian secara resmi mempekerjakan 13,4% dari populasi dan secara informal mempekerjakan 90% dari populasi. Sekitar 183.000 hektar lahan di wilayah Palestina dibudidayakan, dimana sekitar setengahnya digunakan untuk produksi zaitun. Produk zaitun menghasilkan pendapatan ekspor lebih banyak daripada tanaman pertanian lainnya.

Namun, tingkat pengangguran di Palestina masih meningkat dan sektor pertanian menjadi sektor yang paling miskin selama 10 tahun terakhir. Pertanian Palestina juga menghadapi berbagai masalah, seperti blokade terhadap ekspor dan impor produk yang diperlukan, penyitaan luas tanah untuk cagar alam serta penggunaan militer dan pemukiman, penyitaan dan perusakan sumur, dan penghalang fisik di wilayah Tepi Barat.  Sehingga, dapat dikatakan bahwa akar perselisihan antara Israel dan Palestina berkaitan dengan tanah.

Di sektor pariwisata, wilayah yang diklaim oleh Palestina mengacu pada pariwisata di Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Pada tahun 2010, 4,6 juta orang mengunjungi wilayah Palestina, dibandingkan dengan 2,6 juta pada tahun 2009. Dari jumlah itu, 2,2 juta adalah wisatawan asing sedangkan 2,7 juta adalah wisatawan domestik. Namun, kebanyakan turis hanya datang untuk beberapa jam atau sebagai bagian dari rencana perjalanan sehari.

Pada tahun 2013, Menteri Pariwisata Otoritas Palestina Rula Ma'ay'a menyatakan bahwa pemerintahnya bertujuan untuk mendorong kunjungan internasional ke Palestina, tetapi pendudukan adalah faktor utama yang mencegah sektor pariwisata menjadi sumber pendapatan utama bagi rakyat Palestina. Akses ke Yerusalem dan Tepi Barat dikendalikan oleh Pemerintah Israel dan akses ke Gaza dikendalikan oleh Hamas. Sejak 2005, tidak ada arus turis ke Gaza karena blokade darat, udara, dan laut pasukan Israel yang sedang berlangsung.

Di sektor komunikasi, terdapat 4,2 juta pelanggan seluler di Palestina dibandingkan dengan 2,6 juta di akhir tahun 2010 sedangkan jumlah pelanggan Internet di Palestina meningkat menjadi sekitar 363 ribu dengan akhir 2019 dari 119 ribu pada periode yang sama. 91% rumah tangga di Tepi Barat memiliki setidaknya satu telepon seluler dan 78% di Jalur Gaza. Data ini menjelaskan bahwa sektor komunikasi dapat menjadi peluang investasi bagi pebisnis asal negara Indonesia, yang mana juga dapat meningkatkan lowongan pekerjaan di Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun