Mohon tunggu...
Ahmad SaifulBahri
Ahmad SaifulBahri Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembelajar dan Petualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Optimalisasi Media Digital: Solusi agar Dakwah Tetap Lestari di Tengah Pandemi

23 Mei 2020   13:50 Diperbarui: 23 Mei 2020   13:58 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh : Ahmad Saiful Bahri (Mahasiswa Magister KPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tak dipungkiri lagi Islam bisa tersebar ke penjuru dunia hingga dewasa ini dikarenakan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, para sahabat Nabi, para ulama dan para da'i Islam. Melalui dakwah yang dilakukan oleh para da'i baik secara bil lisan, bil qolam maupun bil hal kini Islam bisa termasuk menjadi agama dengan penganut yang besar di dunia dan tebesar di Indonesia sehingga dakwah merupakan suatu aktivitas yang penting dan wajib agar nilai-nilai keluhuran Islam bisa selalu tersampaikan kepada umat manusia sehingga kelak khairu ummah pun dapat tercipta.

Dakwah merupakan aktivitas yang lebih besar maknanya dari tabligh. Jika dalam komunikasi ada yang dikenal dengan komunikasi informatif dan komunikasi persuasif maka dakwah bukanlah hanya sekedar menyampaikan informasi tetapi juga menyeru kepada yang baik dan mencegah daripada yang mungkar sehingga mengandung misi perubahan indiviu maupun perubahan sosial. Oleh sebab itu dakwah harus didukung dengan kesiapan dan perecanaan yang matang mulai dari pemahaman terhadap kondisi mad'u, memilih pendekatan, metode dan media yang akan digunakan maupun penguasaan terhadap materi yang hendak didakwahkan termasuk menyesuaikan dengan situasi dan konteks sosial yang sedang terjadi agar kelak dakwah dapat tepat sasaran dan tujuan dakwah pun dapat tercapai.

Masa pandemi covid 19 ini merupakan keadaan di luar kondisi normal yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan mulai dari sosial, pendidikan, ekonomi termasuk berdampak pula pada kegiatan keagamaan salah satunya kajian-kajian dakwah. Jika pada kondisi normal biasanya kajian-kajian dakwah bisa dilakukan dengan pendekatan kultrual (pendidikan, budaya maupun psikologis) melalui taktik dakwah berupa tabligh, tarbiyah, tausyiah, ta'lim dengan media tatap muka langsung maka pada masa pandemi ini dakwah yang dilakukan dengan tatap muka langsung sulit untuk dilakukan dikarenakan adanya keharusan untuk social dan phyisical distancing untuk mencegah penularan virus covid 19 ini  sehingga kajian-kajian keagamaan di masjid, majelis ta'lim, madrasah dan sejenisnya yang mengumpulkan banyak orang tak memungkinkan untuk diadakan.

Lantas apakah dakwah akhirnya harus berhenti karena pandemi ini? Tentu sebagai Muslim amat sedih jikalau aktivitas dakwah Islam sampai terhambat apalagi berhenti sebab apabila dakwah yang mengandung tujuan mulia tersebut melemah bahkan sirna maka tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya umat ke depan tanpa adanya seruan dan tuntunan agama. Oleh sebab itu para da'i maupun aktivis dakwah diharapakan tak kehilangan ghirah (semangat) dalam berdakwah namun harus mau merencanakan dan menyiapkan strategi dakwah yang berbeda dari kondisi normal demi dakwah tetap lestari di tengah pandemi ini. Lalu bagaimana solusinya yang bisa diterapkan dalam dakwah di tengah situasi pandemi ini? Solusi kuncinya ada di media yang digunakan dalam berdakwah

Era revolusi industri 4.0 ini merupakan connected time era, sebuah era di mana antar individu dapat berinterkasi dengan mudah dan cepat bahkan menembus batas-batas ruang dan waktu. Hal ini dikarenakan ada media baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan media konvesional yakni tidak mengenal ruang dan waktu serta juga memiliki karakteristik konvergensi yakni penggabungan dari berbagai media yang menyatu dalam satu sistem media dan mengarah pada satu tujuan. Media baru tersebut adalah media yang berbasis jaringan internet seperti situs web, facebook, instagram, youtube, whatsapp dan semua yang terkoneksi dengan jaringan. Melalui media baru tersebut kini surat menyurat dapat dilakukan dengan e-mail, pertemuan tatap muka dapat digantikan dengan teleconference dan video call, pemberitaan dapat dilakukan secara live streaming oleh setiap individu, mencari informasi dapat membaca e-magazine atau mengakses youtube serta aktivitas daring selainnya yang tentunya bisa dilakukan oleh individu tanpa harus ke luar rumah 

Di tengah pandemi ini media baru tersebut dapat pula dioptimalkan untuk kepentingan dakwah agar dakwah tetap lestari. Kajian-kajian dakwah yang semula dilakukan dengan tatap muka dan berkumpul bisa digantikan dengan teleconference, live streaming bahkan penggunaannya bisa lebih meluas oleh para da'i bukan hanya di masa pandemi saja tetapi kelak juga di kondisi normal dikarenakan saat ini masyarakat amat bergantung dengan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Oleh sebab itu Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Maidasari dalam tulisanya yang berjudul "Trandsenter Komunikasi di Era Digital : Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran Islam" pada Jurnal Komunikasi Islam volume 04, nomor 01, tahun 2014 menjelaskan perlunya menggunakan media baru digital dalam dakwah

Pendasarannya menurut beliau dikarenakan pertama mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau. Kedua, pengguna jasa internet setiap tahunnya meningkat drastis. Ketiga, para pakar dan ulama yang berada di balik media dakwah via internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar'i. Keempat, dakwah melalui internet sudah menjadi salah satu pilihan masyarakat, berbagai situs dapat dipilih materi dakwah yang disukai. Kelima, cara penyampaian yang variatif telah membuat dakwah via internet bisa menjangkau segmen yang luas. Keenam, pembelajaran ilmu akan berlangsung efektif ketika disosialisasikan secara informal. Ketujuh, hal yang dipelajari dari orang/tokoh yang kita kagumi/sayangi akan lebih mudah diserap dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di kelas, ada kecenderungan ketika seseorang merasa santai/relaxed (berada di kafe atau di rumah). Kedelapan, akan lebih mudah baginya untuk menyerap ilmu pengetahuan dibandingkan dalam keadaan tegang atau berada dalam situasi formal. Kesembilan, adeanya kecenderungan seseorang merasa santai/relaxed (berada di kafe atau di rumah). Kesepuluh, akan lebih mudah akan lebih mudah baginya untuk menyerap ilmu pengetahuan dibandingkan dalam keadaan tegang atau berada dalam situasi formal.

Jadi di masa pandemi saat ini para da'i perlu mengoptimalkan media digital untuk berdakwah agar dakwah tetap bisa berlangsung di tengah pandemi bahkan bisa juga dijadikan alternatif untuk tetap digunakan di kondisi normal sehingga akan tercipta e-dakwah dikarenakan ada peluang dakwah menggunakan media digital ini efeknya bisa menjadi lebih efektif dan efisien di era revolusi industri 4.0. Namun penggunaan media digital ini juga bukan berarti tanpa tantangan karena karakteristiknya yang dapat diakses siapapun dengan mudah selama ada jaringan internet. Salah satu tantangannya adalah media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan paham-paham keagamaan yang keliru seperti propaganda terorisme, menyebarkan berita bohong dan sebagainya maka diharapkan da'i dan umat perlu memahami betul fiqh bemuamalah melalui media sosial seperti yang sudah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia pada fatwa MUI nomor 24 tahun 2017. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun