Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Bertemu Lagi dengan Mudik

30 April 2022   21:08 Diperbarui: 30 April 2022   21:11 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Bertemu lagi dengan ujung Ramadhan. Hari Raya Idul Fitri. Awal dari bulan Syawal. Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk melakukan mudik ke kampung halaman. Bertemu orangtua, saudara, dan kembali menikmati suasana kampung.

Dua tahun kemarin, mudik diatur secara ketat, bahkan ada semacam pelarangan dari pemerintah. Otomatis tingkat kecelakaan dan kemacetan berkurang dari tahun sebelumnya. Kini, meski masih pandemi covid, pemerintah lunak dengan memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mudik. Tentu saja disambut banyak orang.

Kini jalan raya utama kembali macet. Yang menarik, karena macet yang lama, orang-orang yang mudik berani bertindak menutup arus kendaraan hanya karena ingin orang lain bisa turut merasakan suasana macet. Itu hanya satu fenomena dari suasana mudik.

Dari kota besar bergerak ke kampung dan desa. Hiruk pikuk orang banyak di kampung dan desa. Kota kembali lenglang dihuni oleh mereka tidak mudik. Tentu ini bisa dikatakan jeda dari keramaian kota, memberi nafas segar untuk kehidupan orang-orang yang tak mudik. Mungkin ini satu di antara manfaat mudik bahwa kota bisa menghela nafas dari keramaian dan hiruk pikuknya.

Apa yang dilakukan orang kala mudik? Silaturahmi dan ziarah. Ini di antara alasan yang positif dari mudik. Tentu ada juga motivasi lainnya. Misalnya ada upaya sosialisasi kandidat. Ini memang sisipan dengan alasan mudik gratis dan lainnya. Meski demikian, memfasilitasi orang untuk mudik merupakan program yang baik. Abaikan saja pesan-pesan politik dibaliknya. Selamat mudik! Maaf lahir dan batin. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun