Mohon tunggu...
Lestari Lestari
Lestari Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Salatiga

Nama Lestari akrab dipanggil Tata. Wanita kelahiran Purworejo yang kini tinggal di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Tuntang, Kab. Semarang. Memiliki Hobbi menulis dan berpidato. Harapan terbesarnya kelak ia sukses menjadi orang berguna bagi sesama terutama mewujudkan MAC (Madani Author Club). Salam sukses untuk sobat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Pernikahan Dini dan Pandangan Al-Qur'an terhadapnya

13 Mei 2022   17:31 Diperbarui: 13 Mei 2022   17:32 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya ialah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Berkaitan dengan budaya tentunya akan memiliki persepsi atau pandangan masing-masing bagi setiap individu. Banyak sekali budaya di Indonesia yang menjadikan sesuatu umum dilaksanakan bagi masyarakat tertentu. Sebagai contoh mengenai budaya di daerah Jawa yakni genduri, rerewang, dan menyajikan sesaji guna melestarikan budaya leluhur. Beragam budaya lokal di Indonesia dan terdapat pula budaya lain, sebagai contoh budaya lokalnya sendiri ialah pernikahan dini yang sudah melekat di lingkungan masyarakat dan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh lingkungan, bahkan pernikahan dini di masyarakat sudah menjadi kebiasaan yang umum dan tidak dapat diherankan kembali. Alasan juga sangat berwarna, baik itu tidak mempunyai uang yang cukup untuk menyekolahkan anaknya, sudah dijodohkan, dan memilih menikah agar lebih memudahkan hidupnya daripada bersekolah atau menuntut ilmu, bahkan hubungan di luar nikah yang mengakibatkan diharuskannya menikah, rendahnya persepsi orang tua terkait pernikahan dini, serta orang tua yang tidak bekerja. Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di berbagai wilayah. Fenomena pernikahan dini bagai fenomena gunung es yang hanya tampak sebagian kecil di permukaan, sangat sedikit terekspos di ranah publik, tetapi kenyataannya begitu banyak terjadi di kalangan masyarakat luas. Ketika kita menelusuri akar sejarah tentang pernikahan dini di Indonesia, khususnya di pulau Jawa sebenarnya sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh kakek dan nenek moyang kita. Pada konteks mereka, terdapat stigma negatif jika seorang perempuan menikah di usia matang dalam komunitas mereka.


Perkawinan dini merupakan hasil tafsir ulama'terhadap QS Ath-Thalaq [65]: 4. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Wal-laaa-ii ya-isna minal-mahiidhi min nisaaa-ikum inirtabtum fa 'iddatuhunna salaasatu asy-huriw wal-laaa-ii lam yahidhn, wa ulaatul-ahmaali ajaluhunna ay yadho'na hamlahunn, wa may yattaqillaaha yaj'al lahuu min amrihii yusroo
"Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." (QS. At-Talaq 65: Ayat 4).  

Bahwasanya mengisyaratkan iddah bagi mereka yang belum haid. Islam tidak memberikan batasan umur ideal dalam pernikahan. Perkawinan dapat dilakukan oleh calon mempelai yang belum atau sudah baligh jika telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Meskipun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang batas usia baligh bagi laki-laki dan perempuan dan kebolehan menikahkan seseorang pada usia anak-anak. Umat Islam diperbolehkan memberikan batasan usia dalam perkawinan untuk menimbulkan kemaslahatan. Batas usia pernikahan perlu direvisi mengingat berbagai dampak negatif yang muncul akibat model pernikahan ini, misalnya masalah kesehatan reproduksi perempuan, persoalan ekonomi keluarga, hingga perceraian. Model perkawinan ini tidak dapat lagi dipraktikkan karena tidak sejalan dengan maqashid al-nikah yaitu membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.


Di Kabupaten Purworejo perkawinan di bawah usia 20 tahun masih sebesar 20,6% (Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat 2005). Dari hasil penelitian tersebut pernikahan dini kita dapat melihat angka yang terjadi. Orang tua zaman dulu memiliki anak pada usia dini. Alasan apa yang mengakibatkan pernikahan dini menjadi suatu kebiasaan? Manusia yang telah lahir di zaman milenial, dekat dengan teknologi dan perkembangan tentu kita akan bertanya-tanya, dimulai dari alasan apa yang mengakibatkan maraknya pernikahan dini? Dan bagaimana upaya untuk menangani lingkungan yang menjadikan pernikahan dini sebagai budaya?  Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa dilakukannya penelitian atau melakukan pendekatan terhadap masyarakat yang berada dalam lingkungan tersebut. Adapun dampak negatif dari pernikahan dini ialah sebagai berikut : Menikah dini dampak yang ditimbulkan adalah kualitas rumah tangga yang tidak prima, baik dalam kesehatan reproduksi, maupun dalam persiapan psikologi. Ekonomi keluarga, sehingga menimbulkan efek perceraian, dan tidak terkelolanya kualitas pendidikan anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun