Muhammadiyah yang menentukan awal puasa berdasarkan hisab dengan pendekatan wujudul hilal ternyata salah. Pakar astranomi Prof Thomas Djamaluddin pun sudah mengingatkan bahwa metode yang digunakan Muhammadiyah itu sudah jadul alias usang.
Pengakuan jujur bahwa metode itu sudah usang dari Ketua Divisi Hisab Majelis Tarjih dan Tajdid, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Agus Purwanto.
Agus yang merupakan doktor fisika teori dari Universitas Hiroshima Jepang mengakui Wjudul Hilal Muhammadiyah tidak jelas.
Kata Agus, akan melakukan revisi wujudul hilal dalam arti yang sebenarnya dalam sebuah musyawarah di lingkungan organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.
Kejujuran Agus juga mengatakan, Muhammadiyah tidak mengggunakan Imnakunur Rukyat, karena tidak jelas ukurannya.
Kata Agus, tidak suka dengan parameter yang tidak jelas seperti dalam ketinggian 2 derajat, 4 derajat, 5 derajat, 9 derajat sebagai kriteria visibilitas.
Justru yang sangat menarik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memberikan nasehat agar Muhammadiyah dalam menentukan awal dan akhir puasa menggunakan dalil hadits dengan rukyatul Hilal.
Melalui ketua DPP HTI, Farid Wajdi meminta Muhammadiyah yang dalam ajaran pengamalannya berdasarkan Quran dan hadits, harusnya dalam penentuan awal dan akhir puasa harus berdasarkan hadits yaitu penentukan awal puasa dengan melihat hilal.