Maaf, kalau boleh kita umpamakan,  umat islam sekarang  bagaikan anjing  berebut tulang. Tapi sekali  srigala datang,  mereka kompak meninggalkantulang  bersatu melawan srigala. Initercermin  dari kekompakan  umat islam dalam menyikapi  kasusPenistaan Agama  oleh seorang  terdakwa  Ahok yang berujung pada keluarnya  fatwa/pendapat  keagamaan  MUI,  disusul kemunculan GNPF-MUI  (GerakanNasional Pengawal Fatwa MUI) yang dipelopori FPI dan beberapa organisasi islamlain minus NU.  Selang berapa minggu, kembali muncul celetukan Ahok yang  dianggap menghina/melecehkan seorang Ulama,Ketua MUI  K.H. Ma’ruf Amin  sebagaisaksi  dalam  sidang perkara dugaan penistaan agama  yangternyata beliau juga Rais Aam NU.Â
Wajar saja kalau organisasi Islam terbesar diIndonesia  NU yang  semola tak terlibat dalam gerakan anti Ahok, telahmenemukan momentumnya  untuk  melawan kemungkaran atas penghinaanterhadap  pemimpin dan panutan mereka yang sangat dihurmatiyang telah mentradisi dikalangan NU. Andaikata beliau tidak  memaafkanAhok bahkan  menyerukan jihad kepadaseluruh umat islam Indonesia  dalamkapasitasnya sebagai Ketua MUI dan Rais Aam NU  untukmelawan kezaliman  penista dan penghinaagama islam,  tidak mustahil akanterjadinya  konflik horizontal maupunvertikal  yang dapat memicu timbnulnya  perang saudara  seperti yang terjadi di Timur-Tengah sekarang.
Naúuzubillahi min zaalik. Apa lagi  KetuaFPI Habib Rizieq Syihab tengah tersandung berbagai kasus yang tentunya FPI akanmendukung seruan  jihad tersebut sekaligusuntuk mengalihkan perhatian umat islam dari kasus yang membelitnya. Sukurlah  umat islam Indonesia  masih dilindungi Tuhan  melalui kesadaran  seorang Ahok yang telah  berani minta maaf  dan  kearifan  seorang  KH.Ma’ruf Amin yang pemaaf dan berhati mulia  sesuai tuntutan Al-Qurán Surat Ali-Imran 134.Apapun alasannya, katakanlah misalnya penghinaan Ahok terhadap Ulama  didasari husnuzzan (bersangka baik) bahwa semua Ulama pasti pemaaf dan semua umat islam pasti mengikuti Ulamanya, tetap saja  akan dituduh  penista agama karena  telah memanipulasi kitab sucinya  orang lslam untuk membohongi dan menipu umat islam.Â
Apalagi kalau didasari suúzzaan(prasangka buruk) terhadap Islam, tentunya jauh lebih besar lagi dosanya.  Itu dari sudut pandang agama. Tapi  politikrupanya berbicara lain. Mungkin Ahok berpikir , kalau sampai hari PemungutanSuara Pilkada  15 Pebruari dia tidak bereaksimembela diri dan menyerang balik atas  tuduhan penistaan agama yang didakwakan atas dirinya, tentunya akan  sia2saja pencalonan dirinya sebagai Gubernur yang telah mati2an diperjuangkan.Bukankah sampai sidang kesembilan kemarin (7-2-2017) kasus penistaan agamamasih tahap pembacaan dakwaan  dan  mendengarkan keterangan para saksi yang hampirsemuanya  menyudutkan dan memberatkan terdakwa? Â
Maka sehebat apapun pembacaan pledoi (pembelaandiri)  terdakwa,  tak akan ada artinya  karena Pilkadanya bisa dipastikan telahselesai, dan scoor 0-1 untuk kekalahn Ahok. Itulah politik, jangankanpelanggaran etika, hukum dan agamapun sering dikalahkan demi kepentingan politik.Mengapa begitu sulit  memperpadukan politikdengan agama? Karena agama mengajarkan kebenaran demi mencapai kebahagiaandunia akherat, sedangkan politik mencari  kemenangan dalam mengejar  kekuasaan demi kebahagiaan dunia semata. Mudah2anumat Islam Indonesia, khususnya keluarga Nahdiyyin yang dikenal lebih moderatdan toleran, tak mudah  terprovokasi olehgerakan anti pluralisme  yang merupakanjati diri bangsa Indonesia meskipun  mayoritas muslim. Selamat mensukseskan PilkadaSeluruh Indonesia 15 Februari 2017.Â
Semoga kemenangan dipihak  yang benar tapi ingat, tiada kemenangan tanpaperjuangan, tiada pula perjuangan tanpa kekuatan dan tiada kekuatan tanpapersatuan. Tapi, mungkinkah persatuan akan terwujud tanpa adanya salling toleransi? Jawabannya silahkan baca Al-Qurán antaralain Surat Ali-Imran (3): 103, Al-Anáam(6):108 dan Al-Hujuraat (49): 11-13.Â
Pernyataan Ketua PBNU untuk tidak melibatkandiri bagi warga NU dalam aksi demontrasi (11 Februai 2017?) cukup bijaksana.
Wallaahulmuwaafiq ilaa aqwamiththariiq.
Den Haag, 8-2-2017. Â (A.Hambali Maksum). Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â