Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Pengacara - Menulis apasaja, Berharap ada nilai manfaat dan membawa keberkahan. Khususnya, untuk mengikat Ingatan yang mulai sering Lupa.

Berusaha menjadi orang yang bermanfaat untuk sesama. Santri, Advokat bisa hubungi saya di email : ozyman83@gmail.com, HP/WA : 085286856464.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Putusan MK, Mengakhiri Salah Kaprah Larangan Menikah

20 Desember 2017   19:02 Diperbarui: 20 Desember 2017   20:14 2406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya, Mahkamah Kontitusi (MK) memutuskan norma baru dalam putusan terbarunya, terkait ketentuan dan norma yang terkandung dan diatur oleh UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 153 ayat (1) huruf f yang menyatakan pada intinya, MK menyatakan frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama' sebagaimana tertuang dalam pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bagi saya, dan mungkin umumnya bagi Pekerja, putusan MK ini adalah salah satu kado indah di penghujung tahun 2017. Saya teringat, beberapa minggu yang lalu (sebelum ada putusan MK terhadap isu ini), ada belasan pasangan pekerja pada sector kesehatan disalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah Prop. DKI Jakarta, yang konsultasi karena terancam diputus hubungan Kerjanya (PHK) karena alasan ada hubungan perkawinan dengan pekerja sekantor lainnya.

Saat itu, beberapa pekerja ini merasa kwatir dan terancam hak-hak normative dan konstitusionalnya. Betapa tidak, karena alasan "pernikahan yang tidak dikehendaki" oleh perusahaan kemudian menjadikan hak untuk terus bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak kemudian dihentikan (PHK) begitu saja. Saat itu, saya agak kesulitan karena memang dalam salah satu Perda di Prop. DKI dengan terang mengatur soal larangan menikah dengan sesame pekerja dalam satu kantor.

Akan tetapi, harapan itu masih terbuka lebar, karena diketahui, di Mahkamah Konstitusi telah dan sedang ada pemeriksaan perkara Judicial Review UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) yang dimohonkan oleh beberapa pekerja yang tergabung dalam Serikat Pegawai PLN (Persero), dan benar sekali, belakangan permohonan itu dikabulkan untuk seluruhnya, oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor :13/PUU-XV/2017 pada tanggal 7 Desember 2017 yang diketuai oleh Anwar Usman selaku Ketua Majelis hakim.

Putusan MK, mengakhiri alasan PHK karena Pernikahan Sekantor

Hak menikah sejatinya adalah bagian dari hak konstitusional setiap warga negara. Demikian juga bagi setiap pekerja. Bahkan bagi kalangan muslim, dan mungkin juga bagi semua agama, menikah adalah kewajiban sebagai upaya untuk meneruskan keturunan, disamping untuk memenuhi fitrah dan kebutuhan sebagai manusia.

Sehingga keputusan menikah dengan siapapun ----bukan dengan sesama jenis tentunya----harus dihormati dan bahkan dilindungi. Dari sinilah musti dipahami bersama, bahwa menikah bukanlah sebuah dosa dan kesalahan sosial. Sehingga ketika menikah menjadi alasan untuk menghukum seseorang (Baca:Pekerja) dengan memutus hubungan kerjanya, maka secara bersamaan, seolah-olah menuduh "menikah sesama pekerja dalam satu persuahaan" adalah sebuah dosa dan kesalahan. Dan inilah mengapa, kemudian majelis hakim MK berpendapat Pasal 153 ayat (1) huruf f  bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Disamping itu, sebetulnya juga bertentangan dengan norma yang berkembang di masyarakat. Baik norma agama, budaya, bahkan fitrah kemanusiaan itu sendiri. Larangan menikah sesama pekerja dalam satu kantor, sebetulnya adalah isu lama yang tidak mempunya basis argumentative yang dapat dipertanggung jawabkan. Baik secara filosofis, sosiologis dan normative. Akan tetapi, norma ini kemudian menjadi kebiasaan yang salah kaprah dan diterapkan secara umum di hampir semua perusahaan, baik swasta maupun perusahaan berplat merah. Karena salah kaprah yang terjadi begitu lama dan berkepanjangan inilah, maka akhrinya "larangan menikah sesama pekerja dalam satu kantor" menjadi seolah-olah sebuah kebenaran tersendiri, yang diberlakukan secara umum.

Dan memang, jika dilihat dari satu sisi terutama bagi perusahaan, norma ini cukup menguntungkan. Salah satunya, tentu karena menambah deretan panjang, sebuah kondisi yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pelaku. Sayangnya, belum ditemukan hasil penelitian korban pemutusan hubungan kerja dengan alasan menikah sesame pekerja/pegawai dalam satu kantor.

Bagaimapaun, Putusan Mahkamah Konstitusi telah mengakhiri kesesatan yang selama ini diterapkan dengan tidak sadar---maupun sadar secara sukarela--- terutama dalam hukum ketenagakerjaan. Dan saya kira musti disambut baik dan gembira oleh semua sebagai norma yang harus dihormati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh ada lagi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena alasan hubungan pernikahan yang suci, setelah ini dan dimasa yang akan datang.

Peraturan perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) disetiap perusahaan yang masih menerapkan larangan menikah dalam satu perusahaan/kantor,  bahkan Perda-Perda dibeberapa daerah yang melarang pegawai menikah dalam satu kantor harus segera dihapus pasca putusan Mahkamah Konstitusi ini. untuk mendapatkan Putusan MK, silahkan klik disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun