Mohon tunggu...
Ahmad Fathul
Ahmad Fathul Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Sejarah

Hai, Saya Ahmad Fathul, seorang mahasiswa S1 jurusan Pendidikan Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Ciu Ke Etanol: Sisi Ilmiah Dibalik Minuman Tradisional Bekonang

5 Oktober 2025   16:10 Diperbarui: 5 Oktober 2025   18:10 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Desa Bekonang, Sukoharjo, aroma khas dari cairan hasil fermentasi tebu bukanlah hal asing. Warga setempat menyebutnya ciu, minuman tradisional yang telah menjadi bagian dari kehidupan dan ekonomi masyarakat sejak masa kolonial. Meskipun sering mendapat stigma negatif, ciu sejatinya adalah hasil dari proses ilmiah yang juga digunakan untuk menghasilkan etanol, bahan penting dalam industri modern seperti bahan bakar, kosmetik, dan hand sanitizer. Akan tetapi, bagi warga Bekonang, ciu adalah identitas budaya dan sumber penghidupan bagi sebagian masyarakat.

Proses pembuatannya sederhana namun menarik. Berawal dari cairan tebu segar difermentasi dengan ragi, lalu disuling untuk mendapatkan kadar alkohol tertentu. Di sinilah letak keunikannya, dibalik kesederhanaan dapur tradisional Bekonang, ternyata ada proses bioteknologi alami yang juga digunakan di dunia industri modern.

1. Dari Fermentasi Tradisional ke Proses Ilmiah

Desa Bekonang sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil ciu. Tradisi ini berawal dari tetes tebu dari pabrik gula yang tidak dapat dikristalkan menjadi gula, yang disebut sebagai molasi. Tetes tebu atau molase difermentasi dengan ragi alami, kemudian disuling untuk mendapatkan kadar alkohol tertentu.

Menariknya, proses tradisional ini memiliki kesamaan dengan mekanisme ilmiah dalam pembuatan etanol di laboratorium.

Penelitian oleh Cahyaningtiyas dan Sindhuwati (2021) dari Politeknik Negeri Malang menunjukkan bahwa air tebu bisa diolah menjadi etanol dengan bantuan ragi Saccharomyces cerevisiae yang masyarakat Bekonang sendiri menyabutnya dengan istilah Laru. Ragi ini berfungsi memecah glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida pada suhu sekitar 30C selama 72 jam. Hasilnya?

  • Penambahan 50 gram ragi menghasilkan etanol 5%.

  • Penambahan 100 gram menghasilkan etanol hingga 10%.

Artinya, semakin banyak ragi, semakin banyak juga gula yang terurai menjadi alkohol. Proses ilmiah ini ternyata sama persis dengan apa yang dilakukan warga Bekonang saat membuat ciu, memanfaatkan waktu dan ragi untuk menghasilkan cairan beralkohol alami. Masyarakat mungkin tidak menyebutnya sebagai proses biokimia, tapi secara tidak sadar mereka telah mempraktikkan dasar bioteknologi sederhana.

2. Tetes Tebu dan Teknologi Flokulasi

Sementara itu, Wardani dan Pertiwi (2013) dari Universitas Brawijaya melakukan penelitian tentang produksi etanol dari tetes tebu (molase) --- sisa pengkristalan gula. Mereka meneliti menggunakan Saccharomyces cerevisiae jenis pembentuk flok, ragi yang bisa menggumpal dan mengendap dengan cepat. Dengan kondisi fermentasi selama 72 jam, suhu 30C, dan kadar gula 15%, penelitian ini menghasilkan etanol 8,79% dengan efisiensi 65%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun