Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cara Paling Buruk untuk Mengenal Wanita

14 Mei 2015   21:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14316126601960939818


Alangkah susahnya menjadi orang dewasa! Dan terutama sekali, alangkah susahnya mengerti tentang wanita...! Seringkali berlalunya waktu justru semakin membuat saya terbengong-bengong layaknya sapi ompong yang menderita ambeien hingga cuma bisa nongkrong, jika itu tentang wanita.

Tak perlu beribu guru jika hanya untuk tahu berapa banyak wanita yang menyimpan cinta sekaligus benci terhadap orang yang sama. Atau betapa besarnya hawa pembunuh yang ada dalam tubuh ringkih mereka, yang seringkali dengan cara paling tak logis mampu membuat lumpuh lelaki sekuat apapun, bahkan tanpa mereka perlu repot-repot untuk berkata atau bertindak sama sekali!

Menyimpan perasaan? Jelas itu kitab suci mereka. Walau jangan sekali-kali mempercayakan rahasia apapun terhadap sebagian besar mereka. Sementara air mata pernah saya duga sebagai 99% unsur pembentuk diri mereka, yang tidak hanya mereka teteskan saat sedang sedih atau bahagia, karena saat mereka lapar atau ngeden di WC akibat BAB tidak lancarpun mereka menangis. Alangkah aneh dan tidak praktisnya...!

Bukan sekali-dua kali saya terlibat perbincangan aneh dengan wanita. Memelototi bareng gambar ‘itu’ yang ditarik kesana-kemari dengan pengait dan sejenis benang pada buku rujukan fakultas kedokteran, hanya untuk mengetahui dimana letak Hymen atau selaput dara dan seperti apa bentuk sebenarnya. Tentu saja setelah sebelumnya teman wanita saya itu berkata, “Kita sama-sama udeh dewasa kan, Bay...” sambil tak lupa menyunggingkan sedikit senyum malu karena tahu baru kemarin lulus SMU. Atau sambil membunuh waktu teman wanita saya yang lainnya menjelaskan ini-itu tentang tampon yang katanya jauh lebih efektif dari pembalut biasa, yang sekali lagi, mengumbar jengah dan semburat merah di wajah cantiknya karena siapapun jelas paham bahwa pembicaraan mengenai tampon bukanlah sebuah obrolan yang lazim untuk remaja berbeda kelamin, bahkan untuk kami yang belum lama menjadi mahasiswa UI sekalipun! Walau kadang saat tengah iseng saya suka berpikir tentang bentuk dan cara memakai alat kewanitaan itu, yang katanya jauh lebih efektif dalam menahan kebocoran karena dalam penggunaannya sebagian dari alat tersebut harus dimasukkan.

Kebocoran apa? Dimasukkan kemana? Dan banyak lagi pertanyaan berakhiran ‘a’ yang lainnya, yang semakin menguatkan pendapat saya betapa repot dan anehnya menjadi seorang wanita.

Tak berhenti sampai disitu, teman wanita saya yang berbeda lagi kembali membuat saya bingung, ketika saya katakan bahwa keperawanan bukanlah satu-satunya tolok ukur dalam menilai seorang wanita. Alangkah naifnya, meletakkan beban keagungan seorang wanita hanya berdasarkan selaput tipis itu? Selaput yang bisa saja robek karena terlalu aktif bergerak, olahraga, atau mungkin karena diperkosa serta jutaan sebab lainnya yang hanya Tuhan dan mereka sendirilah yang tahu. Tahukah kau apa yang dilakukan teman wanita itu usai mendengar omong-kosong saya? Menangis!!! yang seketika menimbulkan kepanikan dalam diri saya antara ingin memeluk dan menenangkannya, atau justru menendang pantatnya karena menjadikan saya terdakwa di stasiun yang ramai calon penumpang!

Jangan kau duga bahwa wanita yang berbicara dengan saya tentang segala macam selaput dara, tampon atau keperawanan itu adalah cewek-cewek nakal bertampang binal yang senang mangkal. Juga jangan kau sangka mereka membicarakannya sambil menyingkapkan sebagian rok yang dikenakan, atau duduk mengangkang serta dengan gerakan bahu yang maju-mundur menggoda. Seringkali justru merekalah cewek-cewek paling positif yang pernah saya kenal. Seseorang dari mereka saya kenal secara pribadi sejak usia sangat belia, tanpa sedikitpun cacat karakter yang dimiliki. Yang lainnya adalah gambaran ideal muslimah taat, yang sejak awal kenal telah memproklamirkan diri sebagai jemaat salah satu komunitas religi. Sementara cewek yang menangis di stasiun jelas bukan siapa-siapa. Hanya seorang gadis kampung yang dengan sangat meyakinkan mematahkan rekor lulus tercepat di jurusan UI, dengan tampilan yang tentu saja tak kalah religius dari santriwati manapun. Walau ingatan tentang kenakalannya dulu mengenakan busana tanpa lengan sambil membolak-balik kartu remi saat meramal di kampus akan mengundang tawa siapapun yang melihatnya kini.

Pernah seorang cewek menantang saya untuk menebak ukuran bagian-bagian paling pribadi miliknya, yang tanpa tedeng aling-aling langsung saya jeblakkan semuanya.

“CD lo M” ucap saya datar, biasa, yang justru dibalasnya dengan rentetan kata-kata setengah berteriak seakan-akan saya adalah seorang maniak yang pernah nyolong jemuran celana dalamnya. Penasaran, cewek yang kini mengganti nama belakangnya di facebook dengan sejenis minuman khas India campuran susu panas dan teh itu kembali bertanya ukuran yang lainnya.

“Kacamata lo 34, siklus haid lo biasanya dimulai antara tanggal sekian sampe tanggal sekian, dan berakhir tanggal sekian, dengan siksaan nyeri dan ga nyaman di bagian ini dan ini”, cerocos saya panjang lebar, yang semakin membuatnya bercuit-cuit kebingungan.

Si Teh Susu ini jelas gegabah karena berani bertanya tentang pemahaman saya soal pernak-pernik wanita, justru di saat teman-temannya menduga keras bahwa saya adalah suami entah siapa. Telmikah Si Teh Susu? Saya tak berani menyebut itu, karena pada kisah selanjutnya justru saya banyak belajar tentang logika dan karakter kepadanya. Lugu mungkin kata yang paling tepat untuk dia sandang. Sehebat apapun karakter dan logika yang dia punya, keluguan adalah watak terkerasnya, yang sayangnya cukup menghambat untuk dia mencapai titik yang seharusnya, dan bukan sekedar yang sekarang dia punya.

Si Teh Susu tak pernah tahu bahwa dengan cara yang sama saya bisa menebak sangat tepat pernik yang disandang seluruh teman kampus wanita, selain Si Bintang tentunya. Karena cuma Si Bintang satu-satunya teman cewek kristen saya yang sholatnya libur melulu, hehehe...

Dengan cara yang sama pula saya tahu beraneka macam kacamata khusus itu, mulai dari yang standar hingga yang bisa dibuka cetrekannya dari depan, atau kacamata berkancing seperti yang biasa dipakai oleh ibu-ibu yang tengah menyusui.

Jangan tanya dari mana saya tahu semua itu. Jelas saya tak memiliki tampang dan bakat untuk menjadi penjahat kelamin, yang belajar dari satu cewek ke cewek lainnya dengan cara melucuti pakaian mereka. Homokah saya? Orang buta juga tahu bahwa saya adalah lelaki yang sangat normal, hingga peluang dugaan bahwa saya tahu dengan cara mengenakannya sebagai koleksi pribadi bukanlah hipotesa yang valid. Bahkan saya juga tahu titik-titik mana saja dari tubuh wanita yang apabila disentuh dengan teknik tertentu, dapat menimbulkan daya rangsang tertinggi. Hingga suatu titik saya mampu membangkitkan efek rangsang itu, tanpa saya harus menyentuh satupun titik-titik yang saya maksud tadi. Dan setelah uji coba satu-dua kali pada cewek dengan tipikal yang berbeda, hasilnya sungguh diluar perkiraan, yang sejak saat itu tak pernah lagi saya praktekkan kepada siapapun.

Jangan pernah berani salah menyentuh psikologis wanita saat mereka tengah mengalami siklus bulanan, karena seringkali pada titik ini mereka menjadi sangat picik dan tak rasional. Walau anehnya pada saat yang sama justru puncak tertinggi hasrat mereka untuk disayang.

Teori bahwa wanita selalu mampu tapi tak selalu mau, sementara lelaki selalu mau tapi tak selalu mampu? Dalam konteks seksual itu adalah kebenaran! Sama benarnya dengan betapa panjangnya waktu yang dibutuhkan wanita untuk satu kali siklus persiapan sel telur, yang dengan proses relatif sederhana tetap saja memakan waktu satu bulan, sementara dengan proses dan lebih kompleks dan berbelit lelaki cuma butuh waktu tiga hari setiap kali memproduksi sperma.

Tak perlu kau ragukan teori yang secara lugas menyatakan bahwa wanita secara konstan memiliki kecenderungan untuk selalu mendekat, sementara lelaki seringkali tanpa diduga tiba-tiba menjauh sejenak, untuk kemudian kembali mendekat dengan lebih intens. Atau betapa secara umum Kaum Adam banyak menilai wanita dengan indera penglihatan, sementara Sang Hawa sendiri justru lebih senang menggunakan indera pendengarnya untuk tujuan yang sama. Dan semua pengetahuan tentang wanita itu memang telah saya miliki, bahkan jauh-jauh waktu sebelum saya duduk di bangku kuliah. Jika sudah begitu, tentu saja saya tak bisa menyalahkan mereka yang telah menganggap saya telah menikah di usia muda, walau seringkali diri saya yang lain tak sabar untuk berteriak: “Gue masih single woiii...!!!”

Tapi bahkan dengan semua pemahaman tentang wanita yang saya punya, tetap saja tak pernah bisa menjadikan saya sosok yang mengerti tentang wanita. Karena memahami jelas amat berbeda dengan mengerti. Dan M**l*n cuma pernah mengajarkan saya tentang membaca tanda yang ada dalam diri wanita, tanpa pernah mengajari saya sedikitpun tentang wanita itu sendiri. Bagaimana mungkin kulit dapat menggantikan isi...?!!!

Secangkir Kopi Kebodohan Masa Remaja, Thorn Village-Pada kejadian ribuan tahun yang lalu…

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun