Mohon tunggu...
Ahmad Sanukri
Ahmad Sanukri Mohon Tunggu... Konsultan - Berminat untuk pembangunan seni dan budaya

Orang biasa, dengan pekerjaan biasa berharap tidak biasa- biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Keturunan China dan Kepercayaan Sultan Banten

22 Februari 2020   17:16 Diperbarui: 22 Februari 2020   17:19 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada sekitar tahun 1651-1682 Masehi, pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kota Banten menjadi pusat niaga pada jaringan asia dan bahkan Internasional, tersebut nama Kiyai Ngabehi Kaytsu, Ia merupakan syahbandar utama Kesultanan Banten atau kepala pelabuhan sekaligus menteri perdagangan, Ia juga di sebut sebagai  orang kepercayaan sultan yang banyak melakukan perniagaan atas nama negara dengan para pedagang hingga ke negeri eropa.

Kemudian tersebut nama Kiyai Ngabehi Cakradana,  tidak di ketahui tanggal lahirnya, namun ia diperkirakan lahir sebelum tahun 1630, kemudian ia di ketahui bernama asli Tanseko yang kemudian pada tahun 1677 menggantikan Kiyai Ngabehi Kaytsu sebagai syahbandar utama sekaligus menteri perdagangan Kesultanan Banten.

Kemudian Pada tahun 1680 di sebut juga nama Kiyai Arya Mangunsedana yang kemudian memegang jabatan syahbandar utama Kesultanan Banten. Juga tersebut nama Kiyai Arya Mangunsedana yang mengawali kariernya sebagai tukang pikul air, karena merupakan orang kepercayaan putra mahkota yaitu Sultan Haji, maka ia di percaya menjadi syahbandar mengantikan Kiyai Ngabehi Cakradana. Ketiganya merupakan orang keturunan China yang beragama Islam dan di percaya oleh Sultan Banten

Menurut Calude Guillot dalam buku (Banten Sejarah Dan Peradaban Abad X-XVII), Bahkan Menara Masjid Agung yang merupakan bangunan peninggalan Kesultanan Banten yang bertahan hingga sekarang dan menjadi ikon Banten. Siapa sangka, orang yang membangun menara itu seorang Tionghoa yaitu Cek Ban Cut, seorang Tionghoa dari Mongol (Manchuria) yang telah beragama Islam.   Tidak diketahui secara pasti, Sajarah Banten menyebut menara itu dibangun sejak Sultan Maulana Yusuf tahun 1570, namun sumber lain menyebut pembangunan tahun 1620.

Dalam perannya sebagai orang kepercayaan Sultan Banten, para keturunan China ini tidak saja di berikan jabatan penting dalam Kesultanan Banten tetapi juga di berikan kepercayaan untuk menjadi arsitek dalam pembangunan kota di Kesultanan Banten. Hal ini bisa kita telusuri, pada tahun 1671 masehi  ketika dilakukan pembangunan proyek besar- besaran di Kesultanan Banten, pada masa itu orang yang dipercaya untuk menjadi arsitek pembangunan komplek permukiman di pecinan sebuah komplek pemukiman yang di bangun untuk menampung orang- orang China. Juga pembangunan jalan- jalan di lingkungan permukiman tersebut, serta di bangunnya dua jembatan batu di kota Banten  adalah orang- orang keturunan China yaitu Kiyai Ngabehi Cakradana.

Kesultanan Banten yang berdiri sekitar 1526-1813 Masehi menyambut hangat bangsa pendatang dari berbagai belahan dunia, termasuk China dan menjadikannya mitra dagang, bahkan ada yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan. Seperti ditulis portal Bantenologi, pedagang-pedagang Eropa (Denmark, Perancis, Inggris, Portugis, Belanda) mendapatkan izin dari Sultan untuk mendirikan barak (loji) perdagangan mereka yang dapat menampung ratusan para pegawai Eropa bekerja dalam perusahaan dagang mereka.

Demikian pula orang Keling (Tamil), Benggala, India, Arab, Persia, Indocina, Melayu, dan Moro mendirikan komplek perumahan mereka karena mendapatkan izin dan perlindungan Sultan. Berbagai suku yang berasal dari Nusantara juga tinggal di wilayah Kesultanan Banten ketika itu, orang Bali, Jawa, Madura, Aceh, Bugis, Mandar, Makassar, Palembang dan Lampung karena Sultan menganggap mereka sebagai potensi yang dapat menjadi elemen kemajuan ekonomi perdagangan kesultanan Banten.

Bahkan Menurut Mufti Ali (Bantenologi) multikulturalisme benar-benar menjadi aset penting bagi kemajuan dan kesejahteraan Banten. Misalnya, jabatan Shahbandar atau kepala pelabuhan sebagai 'mesin uang Kesultanan' selama lebih dari 150 tahun yang dipercayakan kepada orang yang paling kompeten meskipun orang Asing. Jabatan perdana menteri yang bertanggung jawab dalam pembuatan master plan istana dan proyek perumahan masa itu diserahkan kepada orang Tionghoa. Sikap Kerajaan Banten yang multi-kultural telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa pendatang, termasuk Tionghoa. Sebagai bentuk kedekatan Tionghoa dan masyarakat asli Banten, berdiri Vihara tua, yaitu Vihara Avalokiteswara. Vihara itu sudah ada sejak 1652 masehi dan masih bertahan hingga sekarang. 

Selain  Vihara Avalokiteswara, bukti lain yang masih tersisa adalah Rumah Benjol, rumah dengan corak adat China yang berada di Kampung Pamarican Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen, Sebagai bukti peninggalan dari komplek perumahan yang dulu pernah di bangun oleh Kiyai Ngabehi Cakradana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun