Mohon tunggu...
Agus Sastranegara
Agus Sastranegara Mohon Tunggu... Administrasi - bukan pujangga, hanya pemuja kata

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kemacetan Sudah Menjadi Budaya

4 November 2017   06:27 Diperbarui: 4 November 2017   06:57 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemacetan adalah sesuatu hal yang lumrah terjadi dikota-kota besar saat ini. Pada dasarnya kemacetan akan berdampak kepada berbagai aspek kehidupan ditempat tersebut. Jakarta misalnya, sebagai Ibu kota Negara, sudah tidak asing lagi jika terjadi penumpukan kendaraan baik itu roda dua maupun roda empat. Penulis menilai hal ini harusnya sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh masyarakat yang tinggal di Kota Jakarta. 

Sebagai ibu kota, masyarakat awam akan cenderung menilai jika kehidupan di Jakarta akan lebih baik lagi dibandingkan dikampung halaman. Orang-orang dari berbagai daerah akan berbondong-bondong mencoba mengadu nasib di Jakarta. Hal ini mengakibatkan penduduk ibu kota akan meningkat.

Apabila ditelaah lebih jauh lagi, penyebab kemacetan tersebut dapat dilihat dari berbagai sebab. Penulis akan melihat hal yang sering mengakibatkan kemacetan, diantaranya adalah jumlah kendaraan yang ada tidak sesuai lagi dengan kapasitas jalan. Artinya, pada saat jam masuk kerja dan jam pulang kerja akan terjadi penumpukan kendaraan dijalan raya. Memang, pemerintah berusaha mengantisipasinya dengan membuat jalan baru, jalan Tol atau pun pengaturan rekayasa lalu lintas. Akan tetapi ini belum cukup mengatasi masalah yang ada, bahkan semakin hari kemacetan di Jakarta sudah semakin parah. 

Selain jumlah kendaraan, banjir bisa menjadikan jalan tersebut mengalami penumpukan kendaraan. Belum lagi apabila jalan berlubang, terjadi genangan air, mobil mogok adalah efek yang ditimbulkan oleh banjir. Apakah kita harus menyalahkan banjir yang datang, tentu tidak. Pemerintah DKI jakarta dari masa kemasa sudah mencoba mengatasinya dengan memperbaiki darinase, memvbersihkan saluran air yang tersumbat dan lain sebagainya.

Masalah human error seperti ketidakpatuhan pengguna jalan raya juga akan mengakibatkan kemacetan. Sering terlihat bahwa trotoar dilalui oleh pengendara roda dua, bahkan jalur busway juga sering dimasuki oleh kendaraan lain, padahal harusnya jalan tersebut khusus untuk busway. Jika ditanyakan kepada pelanggar lalu lintas ini jawabannya pasti akan beragam jawabannya, mulai dari buru-buru agar tidak terlambat masuk kerja sampai ada yang menyalahkan kondisi jalan yang sudah tidak muat lagi menampung kendaraan yang lewat. 

Selain dari pada itu, parkir sembarangan dibahu jalan, pekerjaan proyek yang masih dalam tahap penyelesain juga ikut menyumbang pnyebab kemacetan di kota Jakarta. Solusi dan ide-ide bermunculan untuk mengatasinya, sampai dengan pembatasan plat kendaraan ganjil genap, biaya parkir yang mahal belum juga mengatasi masalah ini dari tahun ke tahun. Apabila sudah begini, pihak mana yang harus disalahkan dalam hal ini?, masalahnya sekarang bukan siapa pihak yang harus bertanggung jawab akan tetapi bagaimana mencari solusi terbaik yang bisa menjadi jalan keluar bersama.

Perlu kerjasama berbagai pihak untuk mengatasinya, salah satu jalan yang ditempuh adalah menerapkan pembatasan pembelian kendaraan bermotor. Penerapan pajak yang tinggi sehingga pembeli akan berpikir ulang untuk membeli kendaraan baru, karena hanya orang yang benar-benar mampu yang bisa membeli kendaraan tersebut. Tentunya hal ini akan berdampak kepada showroom dan dealer-dealer kendaraan baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat.

Pernah muncul solusi setiap warga negara harus mempunyai garasi jika ingin memiliki mobil, sebenarnya hal ini bisa diterima akal untuk menekan jumlah kendaraan di kota Jakarta. Pada praktiknya harga kendaraan bervariasi mulai dari harga 100-an juta sampai 1 milliar dan dapat dibeli dengan mudah karena bisa dibeli melalui diangsur. Pihak penjual maupun masyarakat harusnya memahami asalkan memangh dilaksanakan demi kepentingan bersama.

Sebelum melakukan hal diatas, pemerintah dan dinas terkait hendaknya menyediakan angkutan umum yang layak dan murah untuk mobilitas masyarakat. Pembangunan MRT yang mulai didengungkan sampai dengan saat ini masih terkendala dengan lahan dan masalah lainnya sehingga harusnya ada langkah nyata untuk mengatasinya, karena maslah transportasi umum sudah sangat mendesak. 

Slogan budayakan naik angkutan umum dari pada mobil pribadi harus digalakkan dan disertai pemenuhan fasilitas sarana prasarananya. Sehingga tidak ada yang merasa dirugikan, percepatan pembangunan sarana umum, transportasi umum serta perbaikan jalan dan apabila dimungkinkan penggunaan jalan alternatif dapat dicoba untuk mengatasi masalah kemacetan. Jakarta merupakan wajah bangsa, karena pusat pemerintahan berada disini.

Penyediaan Bus karyawan, bus sekolah dan kampus yang bisa menjadi opsi lain yang dapat mengurangi jumlah mobil atau motor yang digunakan dijalan. Bisa dibayangkan jika antar jemput bus perusahaan dapat dilakukan akan memangkas puluhan kendaraan dijalan. Solusi-solusi diatas sudah dilakukan negara-negara lain untuk menekan jumlah kendaraan yang beredar dijalan, seperti negara tetangga kita yaitu Singapore. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun