Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Idul Fitri: Menang Pertempuran, Bukan Peperangan

24 Mei 2020   21:06 Diperbarui: 24 Mei 2020   21:17 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Salat Idul Fitri di Jatinegara, Jakarta Timur (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Pantasnya hikmah besar bisa diraih. Setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan. Menahan hawa nafsu. Bertaqarrub (mendekat kepada Allah). Menyemai kebajikan. Bersabar dalam kepungan kekalutan dan ancaman wabah Corona (Covid-19).  

Sekarang saatnya meraih kemenangan. Kembali kepada kesucian. Itu dimanifestasikan dengan ucapan syukur sekaligus bertakbir menyembut Asma Allah. Dalam konteks memerbaiki hubungan kita dengan Sang Pencipta, juga hubungan dengan sesama manusia.

Kita juga kembali memfungsikan fitrah bawaan sejak lahir. Kembali memfungsikan hati, pikiran, dan akal secara benar. Tidak membolak-balikkan fungsi fitrah. Seperti anjuran jangan bercinta dengan akal, karena cinta itu dalam hati.

Muhammad Quraish Shihab, cendekiawan muslim dalam ilmu Alquran, kemenangan di Hari Raya Idul Fitri adalah kemenangan pertempuran. Bukan kemenangan peperangan. Kata dia, peperangan masih terus berlanjut sampai akhir hayat kita.

Lantas, jika Idul Fitri menjadi kemenangan pertempuran tak layak dirayakan?

Ibarat bermain sepak bola, bila ada yang mencetak gol, tentu dirayakan. Digelorakan. Mengepal tangan sambil berteriak gembira. Senyum kebanggaan. Saling berpelukan dalam suka cita. Bahkan ada yang terhanyut dalam haru hingga meneteskan air mata.

Tapi jangan anggap mencetak gol bahwa kita sudah menang. Pertandingan masih akan terus berlangsung. Banyak kejadian yang tidak bisa kita duga. Bisa jadi ada gol balasan. Bisa terjadi pergantian pemain. Termasuk peluang lawan membalikkan keadaan. Karenanya, kita harus menjaga kemenangan sampai pertandingan usai. Sampai peluit akhir dibunyikan.   

Kemenangan pertempuran bersifat tentatif. Sebaliknya, kemenangan peperangan adalah yang hakiki. Makanya, masih banyak yang perlu kita capai dan perjuangkan. Upaya menempa diri di bukan Ramadan adalah salah satu cara untuk meraih kemenangan hakiki.

Idul Fitri juga merefleksikan tentang kebersamaan. Meski ibadah yang dilakukan bersifat individual. Karenanya, semua komponen bangsa sekarang patut merenung dan berpikir jernih. Terutama di masa krisis akibat wabah sekarang.

Apakah kita akan terus melanggengkan pertikaian? Menyuburkan caci maki, olok-olok, menyebar kebencian, tuding-menuding kesalahan, syak wasangka, amarah, dan fitnah. Bak sebuah kapal, bangsa ini sedang oleng. Butuh kekuatan untuk menyelamatkan diri. Jika tidak ingin semuanya jatuh dalam keterpurukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun