Keramaian dan Kemacetan
Meski tergolong daerah pinggiran Jakarta, keramaian sekaligus kemacetan merupakan hal yang biasa. Ya, semua itu memang masih sesuai dengan rencana awal, dimana terdapat daerah penyangga, peredam arus urbanisasi, dan seterusnya.
Sejak tiba hingga beberapa hari kemudian, saya berjumpa lagi dengan keramaian. Aneka kendaraan dengan spesifikasi dan seterusnya melaju dengan kencang seakan sedang memburu kehidupan yang lebih baik-menjanjikan meski sekejap akan lenyap seiring lajunya waktu.
Lalu, yang kembali saya jumpai adalah kemacetan. Di beberapa ruas jalan, terlebih persimpangan yang terdapat kawasan perumahan elite. Kendaraan berbadan lebar dan panjang berbaur dengan kendaraan mungil.
Ada pula perbaikan beberapa jembatan, dan pelebaran jalan. Infrastruktur berupa jalur sirkulasi sangat membutuhkan ruang yang memadai untuk melancarkan semua geliat kepentingan, khususnya kepentingan masyarakat umum.
Tidak ketinggalan adalah orang-orang sipil yang mengatur lalu-lintas kendaraan, baik di area belokan maupun di persimpangan. Tidak ada lampu untuk rambu lalu-lintas (bangjo alias traffic light). Tidak ada polisi lalu-lintas atau petugas jalan raya.
Soal "salam tempel", ah, bukan pemandangan langka. Tidak perlu repot alias kepo. Yang terpenting adalah kelancaran bagi semua geliat kepentingan, khususnya kepentingan masyarakat umum.
Sementara saya sendiri turut melintasi jalan-jalan sarat kendaraan dengan segala upaya menyiasati roda kendaraan. Dari sisi kiri berpindah ke sisi kanan. Dari melaju hingga berhenti sejenak.
Ya, mengantisipasi pertentangan antara situasi dan waktu memang merupakan tantangan tersendiri bagi saya, apalagi sekarang saya telah kembali dan membaur. Sungguh mendebarkan bagi saya!
Apresiasi Pribadi
Kehidupan di jalan dengan situasi yang demikian telah menjadi rutinitas. Membaur dengan situasi yang sedemikian rupa pun bukanlah hal yang asing ataupun baru bagi saya.
Saya sangat memakluminya, dan mengapresiasi sikap semua pengguna jalan yang tidak menggerutu dan mengumpat. Di sana-sini setiap orang, khususnya pengendara, mampu menyikapi situasi dengan tetap berfokus pada tujuan yang tersimpan dalam benak masing-masing.
Di samping itu saya pun berpikir bahwa memang wajar jika ibu kota negara dipindahkan ke daerah yang jauh dari keramaian dan kemacetan. Situasi yang padat-merayap antara kepentingan ekonomi dan urusan pengelolaan negara memang membutuhkan konsentrasi yang berbeda.
*******
Ruang Lebur, Cibubur, 26 Oktober 2019