Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Seorang Pekerja Harian di Lokasi Proyek Pembangunan

19 Agustus 2019   22:45 Diperbarui: 19 Agustus 2019   22:52 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Obrolan I
Di sebuah projek renovasi dalam kawasan perumahan.
"Pak, itu puing-puingnya mengganggu perjalanan warga."
"Oh, maaf, Pak, anak buah saya kemarin sakit."
"Tapi warga di sini hanya melihat puing, Pak."

Obrolan II
Di sebuah halaman kantor.
"Mengapa semen-semen ini tergeletak begini?"
"Tidak ada siapa-siapa kemarin."
"Lho, mengapa sopir tidak mau menatanya? Kok cuma menurunkan begitu?"
"Tugas sopir bukan mengangkut dan menata semen, Pak."

Obrolan III
Di sebuah lokasi projek pembangunan.
"Waduh, mengapa ayakan pasir ditinggal di sini?"
"Tukangnya lupa, Pak."
"Cukup itu sajakah?"

Ketiga obrolan tadi bersumber dari kejadian nyata di Kupang, NTT. Hanya saja, lokasi dan waktunya berbeda. Kebetulan saya berada di sana.

Komplain yang muncul tersebut disebabkan oleh keberadaan material (puing, semen, dan ayakan) yang tidak ditangani dengan baik. Satu berdampak pada kelancaran perjalanan. Satunya berdampak pada kenyamanan pandangan, selain berdampak pada semen yang bisa membatu. Satunya lagi berdampak pada kehilangan atau kerepotan bekerja.

Ditangani oleh Petugas yang Paling Bertanggung Jawab
Saya menemukan banyak kejadian yang mirip dengan ketiga obrolan tadi. Tidak hanya ketika berada di ibu kota NTT, melainkan pula ketika saya berada di beberapa daerah lainnya untuk suatu kepentingan.

Material bekas yang berserakan. Material siap pakai yang berantakan. Alat kerja yang tergeletak. Dan lain-lain yang sebenarnya merupakan tanggung jawab seorang petugas.

Tidak jarang pertanyaan yang meleset dari sasaran justru tertuju kepada petugas lainnya. Misalnya tadi, sopir dalam obrolan II.

Di sebuah projek pembangunan sopir hanya bertugas dan bertanggung jawab pada mobilisasi material, bukannya sampai pada material tertata sebagaimana mestinya. Menuntut sopir bertanggung jawab pada kondisi material yang diturunkannya merupakan tindakan yang ngawur, kecuali sebelumnya sopir  berjanji akan menata material setelah diturunkannya ke lokasi projek.

Selain itu, di beberapa toko material bangunan di Kupang sering muncul sopir-sopir lepas sambil menawarkan jasa pengangkutan dan pengantaran material. Sebagian besar menggunakan mobil pikap, dan sopirnya tanpa pembantu (asisten) yang bertugas untuk menurunkan dan menata material yang mereka angkut dan antar.

Sementara pada obrolan I, tertera istilah "anak buah". Pertanyaannya, anak buahnya siapa, karena di lokasi projek sering terdapat tiga tim pelaksana pekerjaan, yaitu tim pemberi pekerjaan, tim kontraktor, dan tim mandor/tukang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun