Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ngerinya Kalau Monster Orba Bangkit

18 Desember 2018   00:54 Diperbarui: 18 Desember 2018   01:39 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 14/11 lalu muncul wacana untuk membangkitkan Orde Baru (ORBA). Dan, wacana tersebut sangat terang benderang alias tanpa tedeng-aling.

Saya pun terhenyak. Semula saya kira, terang benderang itu akibat pantulan lampu di jidat gersang saya. Ternyata bukan. Oh!

Sebenarnya, di balik terang benderang itu, justru gelap gulita yang saya lihat berdasarkan pengalaman saya ketika aktif dalam kegiatan mahasiswa. Kebetulan saya masih memiliki kaus produk Mondrian tahun 1994 dengan tulisan "Jangan Takut Bicara Politik".

Sedikit tentang Mondrian

Mondrian adalah sebuah usaha kaus oblong yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah, dan muncul sebelum Dagadu Djokdja. Kaus-kaus produknya berslogan "Kaos Peka Jaman" yang berkutat dengan isu-isu sosial-politik.

Di samping "Jangan Takut Bicara Politik", Mondrian juga memproduksi kaus bertuliskan "Zaman Edan", "Sakiki jaman edan, ora edan ora keduman", "Sakbeja-beja uwong edan, luwih beja uwong edan ning kuasa", dan lain-lain. Sebagian mahasiswa yang menyukai situasi sos-pol ketika itu pasti akan membeli kaus-kaus Mondrian.

Sebelumnya, pasaran kaus Kota Budaya masih sedang diramaikan oleh C59 Bandung (cabangnya di daerah UGM), dan Joger Bali dengan gaya popular(pop). 1994 pun muncul Dagadu Djokdja yang mengusung budaya pop dengan mengombinasikan gaya Bandung (gambar) dan Bali (tulisan).

Selanjutnya Mondrian pun mengeluarkan merek lain, yakni Dadung pada 1997-an. Dadung merupakan kompetitor produsen kaus popular masa itu, semisal Dagadu Djokdja. Gaya pop memang digandrungi oleh banyak mahasiswa, dibandingkan dengan isu-isu sos-pol.

Sedikit tentang Situasi Sosial-Politik 1994

Pada waktu itu saya masih sering membeli Majalah Tempo di koperasi kampus kami, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Selain Tempo, juga Majalah Humor, dan Forum Keadilan. Harga mahasiswa, tentunya. Uang makan pun, mau-tidak mau, saya sisihkan agar bisa membeli secara rutin. Belum lagi kalau kawan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) membawa fotokopian Majalah Independen.

Akan tetapi, 21 Juni 1994 adalah ingatan tentang kelam yang membekap media massa yang kritis di Indonesia. Majalah Tempo, Editor, Tiras, dan Tabloid Detik dibredel oleh rezim totaliter-represif ORBA! Demokrasi Terpimpin memang sedang ganas-ganasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun