Mohon tunggu...
Agustinus Rangga
Agustinus Rangga Mohon Tunggu... Belum Punya Profesi -

Mahasiswa Biasa | www.agustinusrangga.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Batik dan Warisan Budaya yang Sekarat

2 Oktober 2015   13:02 Diperbarui: 2 Oktober 2015   13:26 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat enam tahun lalu, batik yang merupakan karya seni asli negeri ini ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) Oleh UNESCO. Mengingat kembali ke peristiwa tersebut, terasa kembali kebanggaan kita semua karena dengan diakuinya batik sebagai warisan budaya dari Indonesia oleh UNESCO merupakan bukti nyata perjuangan kita semua dalam mempertahankan warisan seni dan budaya. Sebagai pembuktian bahwa kita berdaulat atas budaya kita sendiri. Seketika pikiran saya melayang-layang sampai Pekalongan. Pastilah sangat terasa euforia kebanggaan di Kota tempat saya mendapatkan ijazah SMA itu. Pekalongan, Kota Batik. Di samping itu, apakah perjuangan kita untuk melestarikan warisan budaya-budaya leluhur kita hanya cukup sampai sini saja ?

Mengulas kembali pelajaran saya waktu SMA, Batik, amba (=menulis) dan tik (=titik), singkatnya adalah kerajinan dengan media kain yang melalui berbagai proses seperti pemalaman, pewarnaan dan pelorodan. Macam-macam batik menurut cara pembuatannya dibedakan menjadi batik tulis dan batik cap. Sedangkan batik menurut coraknya dibedakan menjadi batik corak pesisir dan batik corak pedalaman. Adalah sebuah kebanggaan bagi rakyat khususnya para pengrajin batik karena mereka bisa membuat karya seni kelas dunia. 

Batik sendiri sekarang sudah menjadi Identitas bagi bangsa Indonesia. Dalam pertemuan baik kelas dalam negeri maupun luar negeri, pastilah kita tidak segan ataupun malu ketika mengenakan batik. Bahkan malah kita semua bangga ketika mengenakan batik di pertemuan-pertemuan tersebut. Di hari Batik Nasional ini, saya hendak mengajak kita untuk melihat ke dalam diri masing-masing. Seberapa jauh kita bangga dan melestarikan kebudayaan kita sendiri ? Karena bukan hanya batik saja, tapi ada Reog, Angklung, dan banyak budaya lain yang perlu kita lestarikan. Bagaimana dengan sikap gotong-royong ? Bagaimana dengan sikap ramah dan saling bertegur sapa? Bukankah itu merupakan budaya kita juga? Bukankah itu merupakan warisan dari leluhur kita yang harusnya kita lestarikan juga?

Budaya gotong-royong, ramah dan sikap saling bertegur sapa adalah ciri khas yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia. Sama-sama warisan dari leluhur kita. Jika ancaman dari kasus batik, Reog, ataupun Angklung adalah saling klaim atau rebut merebut, namun jika warisan itu berupa sikap - sikap seperti diatas, ini adalah masalah lestari atau benar-benar punah. Jika upaya untuk melestarikan dan memunculkan kembali kebanggaan terhadap batik adalah mengkhususkan salah satu hari di hari kerja untuk mengenakan batik, atau menghimbau untuk mengenakan batik pada saat peringatan Hari Batik Nasional, apa ya kita harus mengkhususkan salah satu hari untuk saling gotong royong dan bertegur sapa?

Gotong-royong dan ramah-tamah merupakan warisan leluhur yang bukan dalam bentuk benda, melainkan sebuah kebiasaan. Namun kebiasaan gotong-royong sekarang juga seringali diganti dengan uang. Daripada ikut kerja bakti membersihkan selokan di kampung, lebih baik iuran untuk menyewa orang untuk membersihkan kampung. Apakah itu adalah pengembangan sikap gotong-royong yang baik? Sikap -sikap tersebut merupakan perwujudan dari pikiran. Lha sekarang kalau pola pikir kita sudah terlanjur berubah lalu bagaimana?

Belakangan ini saya sering berpikir bahwa apa yang kita hadapi maupun yang kita pelajari pada hari ini sebenarnya adalah sebagian kecil dari masalah atau ilmu secara nasional maupun global. Maka khusus di hari Batik Nasional ini, hari dimana kita patut bangga dengan salah satu budaya warisan leluhur kita, disamping merayakan dan memeriahkan Hari Batik Nasional dengan paling tidak mengenakan batik di tempat kerja ataupun kampus kita, maukah kita semua melakukan refleksi dan berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur kita yang lain? 

ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun