Mohon tunggu...
AGRA JAYA
AGRA JAYA Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Suka Kanan daripada Kiri

Penyuka masalah tanah, tani, dan hutan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RUU Pertanahan dan Otonomi Sertifikat Tanah BPN ke Pemkab

14 November 2017   09:35 Diperbarui: 15 November 2017   06:09 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Badan Pertanahan Nasional (BPN), satu-satunya lembaga pusat yang berhasil bertahan sejak tahun 1999 agar urusannya tidak diotonomikan ke daerah.  

Urusan pensertipikan tanah oleh BPN sejak sebelum dan sesudah UU Otonomi daerah, hanya mampu mensertifikatkan 46 juta tanah dalam waktu 57 tahun. Artinya, BPN tanpa otonomi daerah akan memerlukan waktu 57 tahun x 3 atau membutuhkan waktu 171 tahun untuk bisa mensertifikatkan tanah semua tanah yang berjumlah 127 juta.

Pelaksana pensertipikatan selama ini adalah aparat-aparat BPN yang ada di daerah-daerah atau di kabupaten-kabupaten dan di kota-kota setempat. Pensertifikatan tanah tidak dilaksanakan oleh aparat-aparat BPN di Provinsi, dan pensertifikatan tanah juga tidak dilaksanakan oleh aparat-aparat BPN di Jakarta.

Aparat BPN di Jakarta hanya mengarah-ngarahkan aparat BPN yang ada di Kabupaten/Kota dengan peraturan pelaksanaan yang dibuatnya. Sedangkan pengawasan pensertipikatan dan pelaksanaan peraturan disupervisi oleh aparat-aparat BPN di Provinsi. Jadi, aktor penting atau aktor kunci keberhasilan pensertipikatan tanah sesuai target Presiden adalah orang-orang BPN yang ada di Kabupaten-Kabupaten dan Kota-Kota setempat. Demikian pun bahwa kesuksesan PRONA, PTSL, Pensertipikatan Tanah-Tanah di Indonesia sangat bergantung pada bantuan Bupati, Walikota, dan para Lurah/Kepala Desa serta animo masyarakat yang berpatron ke Lurah/Kepala Desa.

Jika pelaksana pensertipikatan tanah di pelosok-pelosok Indonesia adalah orang-orang BPN di kabupaten/kota, maka tepat pendiri bangsa  menciptakan Pasal 2 ayat 3 UU No. 5 tahun 1960 atau UU POKOK AGRARIA, yang menyarankan kepada pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan Hak Menguasai Negara atau kewenangan sertfikasi tanah kepada pemkab/pemkot (dh Swatantra) cukup hanya dengan membuat Peraturan Pemerintah (PP).

Penjelasan Pasal 2 ayat 3 UU Agraria menegaskan bahwa hak menguasai negara atas bumi, air, ruang angkasa tetap ada pemerintah pusat, namun pelaksanaan sertifikasi tanah di suatu masa perlu diberikan kewenangannya kepada Bupati/Walikota dengan otonomi daerah.

Tidak mengapa ketika di dalam UU Pemerintah Daerah (UU Otoda) belum mengatur seluruh kewenangan pemkab/pemkot di bidang pertanahan, namun dapat ditemukan dasar hukum otonomi daerah pensertipatan tanah ketika UUPA (UU No 5 th 1960) mengamanatkan untuk membuat PP Otonomi Daerah Pensertipikatan Tanah.

Jika ada penolakan BPN atau pihak-pihak terkait untuk menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Otonomi Daerah Pensertipikatan Tanah sebagai pelaksanaan Ps 2 ayat 3 UU POKOK AGRARIA, maka DPR dapat memasukan satu Pasal di dalam RUU Pertanahan yang memberikan kewenangan pensertipikatan tanah oleh pemkab/pemkot. Atau, mengotonomikan urusan di bidang pertanahan  dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sekaligus mendistribusikan eks pegawai BPN Nasional menjadi pegawai Pemda. Walaupun teknisnya diberikan pilihan kepada eks pegawai-pegawai BPN Nasional untuk memilih daerah-daerah yang diminati.

LEGALISASI OTONOMI BPN ke PEMERINTAH DAERAH

Sertifikasi Tanah seluruh Indonesia akan tercapai jika gagasan otonomi pelayanan pertanahan diberikan kewenangannya diserahkan kepada Bupati dan Walikota tempat bidang-bidang tanah itu berada. Menurut hitung-hitungan Presiden yang dilansir KOMPAS.COM (20/10/2017, 10:45 WIB) disebutkan bahwa "Di Indonesia ini masih banyak (rakyat) yang belum diselesaikan mengenai sertifikat. Harusnya 126 juta sertifikat yang dimiliki rakyat. Namun baru 46 juta sertifikat,"

Percepatan yang diperintahkan Presiden masuk akal ketika UU Agraria yang sudah berumur 57 tahun di tahun 2017 tidak dapat dilaksanakan secara cepat. Terbukti BPN hanya mampu mensertfikatkan tanah sebesar 46 juta dari 126 juta dari yang seharusnya. Per-matematis, BPN menghabiskan waktu 57 tahun untuk tanah 46 juta atau hanya 36,5% wilayah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun