Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lu yang Salah, Kenapa Lu yang Marah

6 November 2022   07:47 Diperbarui: 6 November 2022   08:12 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepeda motor "penguasa" jalanan saat ini. (sumber: kompas.com)

Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Indonesia 20 tahun belakangan ini begitu luar biasa. Berbagai kemudahan, termasuk mudahnya mendapatkan fasilitas kredit menjadikan setiap rumah pasti mempunyai sepeda motor, bahkan tidak hanya satu. Keadaan inilah yang menyebabkan begitu ruwetnya jalanan di seluruh pelosok tanah air.

Sejalan dengan peningkatan ini, maka semakin bertambah permasalahan du jslanan berkaitan dengan keberadaan sepeda motor. Bahkan sebagian orang menyebut sepeda motor sebagai species paling berbahaya di jalan raya. Tidak hanya pemobil, para pengendara mobil besar, truck atau pun bis, paling ngeri jika harus berurusan dengan sepeda motor.

Sebutan ini tentu saja bukan tanpa dasar. Cara berkendara mereka, benar-benar kengerikan. Mulai dari emak-emak yang berjalan lambat bak siput lomba lari, hingga anak muda yang berkendara begitu liarnya. Enggak ada yang pas rasanya.

Perilaku semacam inilah yang tak jatang memicu pertengkaran bahkan kecelakaan. Akselerasi mereka yang begitu lincah dibanding kendaraan besar, membuat mereka  berkendara semaunya. Mulai dari memotong jalan sembarangan, melanggar marka, berhenti di sembarang tempat dan lain-lain.

Dalam beberapa kasus, sering ditemukan pertengkaran antara pemobil dengan pengendara sepeda motor. Teguran terhadap pengendara sepeda motor yang melanggar aturan, sering berujung tindakan anarkis dari pengendara sepeda motor. Perasaan merasa lebih kecil dan paling benar seakan menjadi pembenar terhadap apa yang mereka lakukan.

Dalam satu kasus seorang pemobil sengaja melaju pas di marka dengan dua garis tidak terputus. Tanda marka ini menunjukkan bahwa larangan keras bagi siapa pun untuk melanggarnya. Sementara dari arah berlawanan, sebuah sepeda motor berjalan melewati marka dengan tanpa dosa.

Saat mereka bertemu, apa yang terjadi? Justru pengendara sepeda motor yang marah-marah, bahkan dengan cara tidak simpatik , dia menyuruh pemobil untuk minggir dan memberi jalan. Ketika sang pemobil tidak mau menuruti kehendak itu, justru sang pengendara sepeda motorlah yang merasa benar. Akhirnya terjadilah pertengkaran dan tidak jarang menyeret pada tindakan fisik.

Contoh di atas hanyalah sedikit kejadisn di jalan raya. Masih banyak lagi kejadian kain yang kadang berujung pada kematian. Namun hal ini sebenarnya dapat dihindari jika semua pihak mampu menerapkan etika dalam berlalu lintas. Saling menghormati antar pemakai jalan, menjadi satu hal yang harus didahulukan.

Satu sisi yang lain adalah perlunya kecerdasan dalam berlalu lintas. Karena bagaimanapun juga berlalu lintas itu tetap dapat dilogika. Logika dalam bahaya yang mungkin dapat terjadi akibat perilaku kita, ataupun bahaya yang akan terjadi terhadap sebuah pelanggaran.

Lembah Tidar, 6 November 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun