Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PPDB Zonasi Merampas Hak Anak Pintar

28 Juni 2021   09:08 Diperbarui: 28 Juni 2021   09:13 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cnnindonesia.com

Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi perubahan dalam tatacara penerimaan peserta didik baru di negeri ini. Jika semula prestasi calon peserta didik yang dilihat dari Nilai Ujian Nasional (NUN), kini tidak lagi. Ukuran jarak tempat tinggal calon tersebut dengan sekolah yang dituju, menjadi penentunya.

Perubahan ini tentu saja satu kemajuan luar biasa. Karena dengan kemajuan tehnologi, maka orang tua maupun calon peserta didik dimudahkan. Kalau jaman dahulu harus pontang-panting dalam mencari sekolah ataupun melihat jurnal di tiap sekolah, kini tidak lagi.  Pelayanan online membuat mereka dengan mudah memantau dan mendaftar lewat gawai yang mereka miliki.

PPDB berbasis zonasi sendiri saat diluncurkan pada masa Mendiknas Muhajir Effendi, bertujuan mulia. Salah satu di antaranya adalah agar terjadi persebaran anak pintar di masing-masing sekolah. Karena diakui atau tidak, pada saat itu terjadi kesenjangan antar sekolah yang ada. Beberapa sekolah dengan kategori favorit, menjadi tujuan para calon peserta didik untuk menuntut ilmu. Perbandingan antara pendaftar dengan kursi yang ada, mau tidak mau mengharuskan sekolah melakukan seleksi berdasar NUN.

Di sisi lain, calon peserta didik dengan nilai menengah ke bawah harus rela untuk sedikit minggir. Berbekal NUN yang dimiliki, mereka menyerbu sekolah-sekolah dengan kualitas menengah ke bawah.

Situasi semacam ini telah berjalan bertahun-tahun. terjadinya perbedaan antar sekolah favorit dengan sekolah non favorit, tidak pernah dipermasalahkan para orang tua. Perbedaan ini justru menjadi pemicu atau motivasi untuk mendapatkan NUN yang tinggi. Ada kebanggaan tersendiri bagi orang tua ataupun calon peserta didik, saat mampu tembus ke sekolah favorit yang menjadi incarannya.

Namun saat PPDB Zonasi diterapkan, semua menjadi ambyar. Sehingga tak heran saat awal sistim ini diterapkan, betapa banyak calon peserta didik yang frustasi. Impian yang mereka renda selama 6 atau 3 tahun di jenjang pendidikan sebelumnya, sirna seketika.

Tak dapat dipungkiri, di beberapa daerah banyak orang tua dari daerah pinggiran yang menyekolahkan anaknya. Mereka rela mengantarkan setiap pagi dan sore melakukan antar jemput. Terkadang hujan deras pun mereka terjang. Tujuan mereka satu, mendapatkan sekolah dengan kualitas yang baik.

Ketika aturan zonasi diterapkan, terkubur sudah impian mereka. Keharusan mereka untuk mendaftar di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka, dengan kualitas yang belaum jelas, membuat mereka frustasi. Sebaliknya dengan calon peserta didik dengan prestasi pas-pasan. Aturan zonasi ini menjadi anugrah yang tidak terhingga. Tanpa harus susah payah dalam belajar, mereka dapat masuk ke sekolah yang terhitung favorit karena rumah mereka dekat dengan sekolah itu.

Ada ungkapan menarik yang terlontar dari Pak Muhajir saat itu. Dengan adanya penyebaran calon peserta didik dengan nilai akademik yang tinggi, akan mampu mempengaruhi peserta didik yang lain. Sehingga secara perlahan tapi pasti, sekolah tersebut akan mencapai kualitas yang diharapkan.

Harapan semacam ini sah-sah saja. Namun perlu diingat, bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan akademik seseorang. Sebagai gambaran jika dalam satu kelas terdapat sekitar 5 siswa dalam kategori pintar, sedangkan 30 anak kategori bodoh, maka dapat dipastikan proses pembelajaran tidak akan normal. Guru mengalami kesulitan dalam melayani mereka. Karena perbedaan kecepatan dalam memahami materi pelajaran sangat jauh berbeda. Ketika guru mengikuti ke 30 siswa tersebut, konsekuensinya yang 5 siswa tersebut tidak terlayani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun