Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Virus Corona dan Perubahan Nilai-nilai Kehidupan Manusia

28 April 2020   13:36 Diperbarui: 28 April 2020   13:53 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com

Tayangan sinetron Dunia Terbalik di sebuah televisi swasta nampaknya menjadi gambaran nyata kehidupan kita saat ini. Yang membedakan adalah ruang lingkup. 

Dalam sinetron Dunia Terbalik, digambarkan pergantian peran antara kaum pria dengan perempuan dalam kehidupan. Dimana sebagian besar kaum perempuan menjadi TKW di luar negeri, membuat kaum laki-laki menjalankan peran kaum perempuan.

Ruang lingkup perubahan di dunia ini akibat virus Korona ternyata tidak sebatas seperti di sinetron tersebut. Perubahan tersebut meliputi dari nilai-nilai sosial, nilai-nilai budaya, bahkan merambah pada hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan. Sebuah perubahan yang selama ini tidak pernah sekalipun mampir dalam benak siapapun di bumi ini.

Saat virus ini belum merebak, kehidupan normal berlaku di seluruh pelosok bumi ini. Manusia sebagai makhluk yang paling hebat di muka bumi ini, mengatur semua hal sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kehidupan sosial berupa interaksi di antara mereka tertata begitu rapi. Lengkap dengan segala aturan maupun sangsi bagi pelanggar. Dan norma ini dipatuhi oleh siapapun dalam komunitas tersebut.

Namun saat virus Korona menyebar, hal-hal yang semula diperbolehkan justru menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan. Interaksi antara sesama yang semua dilakukan secara erat harus direnggangkan. Kebiasaan berjabat tangan, saling memeluk, cium tangan atau pipi menjadi satu perbuatan yang harus dijauhi.

Hubungan antar personal yang semula dilandasi dengan segala prasangka baik, kini berubah. Perasaan khawatir membuat kita harus menjaga jarak pada siapapun. 

Rasa curiga terhadap siapapun justru menjadi sikap yang harus didahulukan. Kehangatan yang semula terpancar terhadap siapapun, berubah menjadi sorot mata penuh curiga dan kekhawatiran.

Gambaran yang juga tak kalah mengejutkan adalah perubahan dalam perilaku bekerja maupun belajar. Anjuran stay at home yang disampaikan oleh WHO hingga ke tingkat kelurahan menjadi semua berubah. Anak-anak sekolah harus belajar di rumah. Para pegawai atau pekerja pun dipaksa untuk melakukan kegiatan dari rumah dengan konsep Work From Home (WFH). Perubahan ini akhirnya memaksa siapapun untuk berpaling pada kemampuan teknologi sebagai media penyampaian.

Dampak dari stay at home pun tak kalah luar biasa. Para orang tua yang selama ini sering menyalahkan guru sebagai biang kegagalan anak dalam belajar, menjadi terbuka matanya. Betapa sulitnya menyampaikan sebuah materi yang paling sederhana pada anak-anak mereka. Termasuk pula dalam mengatur pola belajar sang anak.

Guru pun tak kalah pontang-panting dalam menyikapi perubahan ini. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Selama ini mereka memandang sebelah mata hal ini, kini mereka harus menggunakan dengan semaksimal mungkin. Karena hanya teknologi yang dapat mereka andalkan.

Selain dua perubahan di atas, satu hal yang sangat berat adalah berkaitan perubahan dalam tata cara beribadah. Pemberlakuan physical distancing mau tidak mau membatasi kegiatan-kegiatan yang bersifat pengumpulan massa. Padahal selama ini kegiatan ibadah identik pengumpulan massa, baik ibadah bersifat harian maupun insidental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun