Sedangkan kalau ada makanan tambahan dari desa, ibu-ibu diberikan sebungkus biskuit untuk anak balitanya yang harganya seribuan, atau kalau tidak sebuah telur rebus. Lalu puncak kedatangan dari ibu-ibu adalah sekitar jam 9 pagi lalu setelah jam 10 Posyandu sudah bubar.
Sejauh yang berhubungan dengan tugas yang dilaksanakan oleh rekan jurim dan bidan, tentu saja semuanya sudah sesuai dengan protap dari Dinas Kesehatan dan jelas akan memiliki dampak bagi peningkatan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan bayinya.
Akan tetapi untuk tugas dari rekan-rekan kader yaitu yang melakukan penimbangan sebagai alat pantau kondisi gizi balita, dan pemberian penyuluhan terhadap ibu-ibu yang hadir di Posyandu sepertinya perlu dilakukan evaluasi.
Pertama untuk pemantauan status gizi dari balita bisa dikatakan selama ini belum bisa menemui tujuan yang diinginkan. Hal itu terlihat dari sistem pelaporan data status gizi balita yang ada di Posyandu tidak ada tindak lanjutnya dari desa. Tidak ada analisis status gizi balita.Â
Sehingga peta status gizi dalam 12 bulan tidak tersedia di desa (daftar balita gizi buruk, gizi turun, gizi sedang dan gizi baik by name by adress).
Selanjutnya intervensi dalam bentuk makanan tambahan, juga kualitasnya jauh dari standar makanan bergizi. Ini juga disebabkan ketidakpahaman dari pihak desa dalam memahami  apa itu menu makanan bergizi yang harus dianggarkan dalam 12 bulan.
Dari sisi orang tua balita, juga terkesan mengabaikan hasil penimbangan balitanya. Fakta di Posyandu adalah setelah menimbang balitanya sebagian besar ibu-ibu langsung saja balik kanan dengan berbagai alasan seperti mengangkat jemurannya, mau ke sawah, kepasar, begawe dan lainnya. Tidak ada perhatian terkait hajat penimbangan itu yaitu trend berat badan anaknya.
Si Kader-pun demikian juga tidak ada atau tidak sempat memberikan penyuluhan kepada ibu yang anaknya masuk katagori BGM (dibawah garis merah).
Bahkan ada rekan Kader di salah satu Posyandu yang tidak memberikan ibu-ibu buku KIA/KMS (Kartu Menuju Sehat)-nya, sebagai alat pantau perkembangan berat badan anaknya.
"Kalau kita kasi bawa pulang, maka endak sampai 3 kali Posyandu KMS itu sudah tidak bisa kepakai, karena digunting-gunting oleh anaknya atau kena sama kuah sayur", katanya.
"Dan juga yang membuat kita menahan buku KIA ini di Posyandu adalah karena mereka sering lupa membawa. Sedangkan kalau kita suruh balik ngambil, rumahnya terkadang cukup jauh", tambahnya.