Mohon tunggu...
Dr. Agus Hermanto
Dr. Agus Hermanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hukum Keluarga Islam

Dr. Agus Hermanto adalah dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Lampung, selain itu juga aktif menulis buku, jurnal, dan opini. Penulis juga aktif di bidang kajian moderasi beragama, gender dan beberapa kajian kontemporer lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ponorogo Punya Cerita

25 Juni 2022   15:48 Diperbarui: 25 Juni 2022   15:49 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ponorogo Punya Cerita

Pengalaman misterius kala masih hobi belajar, kala itu aktivitas yang aku jalani dalam keseharian adalah menjadi santri, walaupun tak lagi ikut kegiatan klasikal, karena setiap santri yang lulus dan diwisuda tidak lagi menjelma menjadi santri tapi menjadi alumni yang berjiwa santri.
Awal pengabdian kira kira tahun 2016, kala itu waktu yang sangat padat karena harus membimbing santri full time, tapi niat hati merasa belum banyak pengalaman hingga akhirnya tiap habis shalat ashar mencuri waktu untuk mengikuti kursus bahasa Inggris di luar pondok.
Berangkat dari pondok dengan memanfaatkan para alumni senior yang kuliah malam, atau terkadang meminjam kendaraan motor jadul yang tanpa plat dan mati pajak, hingga hafal benar dimana titik rajia dilakukan, hingga harus menelusuri jalur pintas agar terhindar dari jalur lampu merah maupun polisi.
Pada suatu saat kebetulan waktu sore hari cerah seperti biasa, hingga harus nekat keluar pondok dengan nebeng kawan senior yang hendak kuliah malam, sampailah di tempat kursus menjelang maghrib dan menuju mushala menunaikan shalat, karena dilaksanakan kursus setelah maghrib sampai pukul 21.00 bakda isya.
Meskipun saat berangkat tidak ada tanda tanda hujan, namun tiba-tiba pada saat kursus berlangsung hujan lebat dan tidak berhenti, sembari menunggu, maka keluarlah dari area kursus sekedar menghangatkan badan minum secangkir kopi sambil mencicip gorengan hangat mewarnai malam itu.
Sambil menunggu rintik-rintik hujan yang semakin larut malam tidak kunjung berhenti, hingga pukul 23.00, baru ada tanda-tanda hujan berhenti, hingga akhirnya mencoba keluar dari angkringan dan mencoba mencari kendaraan, hingga bertemulah dengan satu becak, dan hanya satu-satunya yang ada di malam yang diwarnai rintik hujan dan semakin semilir udara malam yang kian mencekam, agak sedikit gelap yang mungkin akibat mendung yang menyelimuti gelap malam.
Suara jangkrik dan katak semakin mewarnai malam itu, hingga terpaksa menaiki becak dan mulailah berangkat pulang menuju pondok menelusuri jalan yang sepi dan tidak berjumpa dengan satu kendaraan pun sampai pondok kecuali becak tersebut, hati mulai was-was, namun tetap dibuat santai hingga akhirnya sambil bernyanyi-nyanyi ringan sambil membaca doa atau sekedar bershalawat.
Untuk mengurangi rasa takut yang tidak seperti biasanya, sembari bercakap, "pakde... Apa biasanya sering mengantar penumpang malam" tanpa basa-basi menjawab singkat "ia", laku aku timpali pertanyaan selanjutnya " Pade tinggalnya dimana? " Kemudian dijawab "saya tinggal di Sumoroto" Dengan agak kepo sembari bertanya "Sumoroto nya mana pakde? " Lanjut menjawab "Pertigaan pasar ke arah selatan setelah jembatan ke kanan" Lalu saya lanjut bertanya "saya punya kawan disitu pakde, rumahnya setelah mushollah" lanjut ia menjawab, "rumah saya sekitar mushala itu". Lanjut perjalanan menuju ke pondok hingga sampailah di depan pondok saya turun dan saya bayar dengan uang Rp. 5000,- kala itu, memang biasanya segitu transportasi becak dari arah Tambakbayan sampai Pondok, dan diterimanya, kemudian saya lanjutkan masuk pondok, beliau pun lanjut pulang.
Beberapa hari kemudian, saya berjumpa dengan sahabat saya yang tinggal di sekitar rumah pakde becak dalam cerita itu, dan saya tanyakan kebenaran hal tersebut, dan dibenarkan oleh kawan saya tentang rumah si tukang becak. Namun ada sesuatu yang janggal bahwa bapak becak tadi sejatinya sudah meninggal beberapa tahun lalu, dan konon dulu sering muncul saat dirumahnya ada acara syukuran, baik pada acara tahlilan wafatnya beliau ataupun saat syukuran pernikahan anak beliau. 

Lanjut kawan saya bercerita bahwa bapak muslim atau tukang becak itu adalah orang tua yang meninggal di Sumatera setelah tiga kali mencoba bunuh diri, di bawah tronton. Niat bunuh diri itu diakibatkan niat baik anaknya mau lanjut sekolah tidak ada dana, kemudian tumbuh dewasa minta nikah dan belum juga ada rizki. Mencoba bunuh diri beberapa kali itu selalu ketahuan. 

Cerita ini nyata terjadi, apakah hal mistik yang sedang terjadi ataukah hanya halusinasi akibat dari rintikan hujan yang begitu mencekam saat itu. Wallahualam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun