Pendahuluan
Jalanan berliku menuju Subang Selatan sering kali dihiasi hamparan hijau perkebunan nanas. Di beberapa tikungan, gerobak kayu atau tenda sederhana berdiri di pinggir jalan, memajang nanas kuning keemasan yang siap dibawa pulang oleh pengendara.Â
Di balik kesederhanaan ini, tersimpan cerita tentang bagaimana warga memanfaatkan hasil bumi hingga ke sisa-sisanya bahkan kulit nanas untuk menghidupi ternak mereka.
Meski di peta ekonomi Jawa Barat, Subang sering dikaitkan dengan kebun berskala besar yang menyuplai nanas ke pabrik, realitas di Subang Selatan sedikit berbeda.
Sebagian besar masyarakat di sini masih berkebun dan beternak dalam skala kecil, mengandalkan tenaga keluarga, dan memanfaatkan sumber daya sekitar alakadarnya.
Nanas: Dari Kebun Besar hingga Pinggir Jalan
Memang benar, di beberapa titik ada kebun nanas yang luasnya seperti tak bertepi. Nanas dari kebun-kebun ini sebagian besar masuk jalur industri, menjadi bahan baku kalengan, sirup, hingga sari buah. Namun, keberadaan kebun besar ini hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan lanskap.
Lebih banyak lagi kebun rakyat yang lahannya terbatas, diolah secara manual tanpa alat berat. Hasilnya dipetik lalu dijual di pinggir jalan atau di pasar mingguan. Nanas unggulan yang manis dan harum kerap jadi incaran pembeli dari luar kota, apalagi jika sedang musim panen raya.