Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru dan Orang Tua Harus Bersinergi Memberi Hukuman Mendidik pada Generasi Milenial

20 Maret 2018   22:53 Diperbarui: 20 Maret 2018   23:34 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saatnya Orangtua dan Guru Memberikan Hukuman Mendidik Sehingga Terwujud Karakter Kuat Menyongsong Generasi Emas 2045. sumber: www.ibudanmama.com

"Perlukah anak diberikan hukuman akibat kesalahan yang dilakukan anak?" pertanyaan ini barangkali sangat menghantui pikiran kita para orangtua ketika anak kita, baik itu anak kandung ataupun anak didik, kedapatan atau ketahuan melakukan kesalahan atau perbuatan yang melenceng dari apa yang kita inginkan atau tidak menuruti apa yang kita perintahkan.

Dari delapan fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994, fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan, terdapat satu fungsi penting yang berhubungan dengan pemberian hukuman (punishment) dan pujian (praise) dalam proses perkembangan seorang        mmnmn mn anak dalam keluarga, yaitu fungsi sosialisasi dan pendidikan.

Dalam mendidik, pasti ada hukuman dan pujian, karena mendidik dalam keluarga, adalah proses pembentukan karakter anak, proses menyadarkan anak dari tidak tahu menjadi tahu, mengerti, memahami dan bertindak mana yang baik dan mana yang buruk serta patuh terhadap perintah, arahan, dan nasehat dari orangtua maupun yang lebih tua disekitar anak yang membantu proses perkembangan dan pertumbuhan jasmani serta rohani anak dalam proses pembentukan karakter anak.

Pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting dan didengung-dengungkan oleh Pemerintah, sehingga Presiden Jokowi sendiri telah menginstruksikan agar Penguatan Pendidikan Karakter digelorakan mulai dari keluarga hingga sekolah-sekolah lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2017. 

Presiden percaya, karakter bangsa yang menjunjung tinggi akhlak mulia, nilai-nilai luhur, kearifan, dan budi pekerti yan diajarkan mulai dari keluarga hingga sekolah menjadi modal kuat Indonesia menjadi bangsa yang maju dan dihormati oleh negara-negara lain.

Libatkan Keluarga Dalam Mendidik Anak

Namun, kembali kita dihadapkan pada kenyataan adanya perbedaan persepsi, terjadinya perbedaan visi dan misi antara orangtua dan guru saat mendidik anak di era kekinian. Cara mendidik anak oleh kedua sosok yang dipercaya untuk mendidik anak sangat berbeda sekali, sehingga muncul gesekan, miskomunikasi, bahkan tidak jarang terjadi kekerasan verbal maupun fisik akibat sikap emosional orangtua yang berujung pada kematian guru, akibat guru dianggap salah memberikan hukuman (punishment) saat kegiatan belajar mengajar terjadi di sekolah.

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita kematian Guru Ahmad Budi Cahyono, seorang guru Kesenian di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang (pulau Madura) Provinsi Jawa Timur yang dianiaya muridnya sendiri berinisial MH siswa kelas XI, akibat tidak terima dengan teguran maupun hukuman yang diberikan Guru Budi. Entah bagaimana caranya? Entah apa yang ada dipikiran MH, sang siswa yang tega memukuli gurunya bertubi-tubi dan mengakibatkan Guru Budi tidak bisa diselamatkan nyawanya hingga di RS. Soetomo, Surabaya.

Sebelumnya, Guru Dasrul juga mengalami kejadian yang luar biasa oleh siswanya sendiri bersama orangtuanya. Tahun 2016 yang lalu, sang Guru Arsitek itu mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh muridnya MA (15 tahun), berkolaborasi dengan orangtua MA, Adnan Achmad (43 tahun), memukuli pak Dasrul hingga berdarah-darah.

Yang lebih parahnya, MA ikut-ikutan memukul pak Dasrul. Padahal, waktu itu, pak Dasrul sudah cukup sabar mendisiplinkan MA yang dikenal nakal dan tidak mau menuruti perintah gurunya untuk membawa alat-alat menggambar, dengan alasan 'lupa', tetapi tidak pernah lupa bawa hp (alat komunikasi seperti android maupun smartphone) walau sudah dilarang pihak sekolah. Memang seperti itulah generasi Z atau lebih dikenal generasi milenial, yang tidak bisa lepas dari smartphone mereka. 

Dari dua contoh diatas dapat diketahui bahwa generasi sekarang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan generasi X (lahir antara tahun 1961 sampai 1980), maupun generasi Baby Moorer (lahir antara tahun (1946 sampai 1960). Generasi milenial sering disebut juga GenY, merupakan generasi yang tumbuh dalam rentan waktu tahun 1981 sampai 2010 dan generasi Alpha, generasi yang lahir antara tahun 2011 hingga 2025 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun