Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mendidik Anak Mencintai Alam, sebagai Tameng Pemanasan Global

2 Maret 2021   16:04 Diperbarui: 21 November 2022   15:00 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi.

Bencana alam di tanah air marak akhir-akhir ini. Semisal banjir, tanah longsor dan naiknya air laut. Itu semua menimbulkan sebuah tanya, "Apa yang sebenarnya terjadi?" Satu sisi kita bisa menunjuk kesalahan pembangunan yang abai terhadap tata kelola air. Sehingga, tidak memberi ruang yang cukup bergeraknya air masuk ke dalam tanah. 

Namun, kita harus menelisik lebih jauh, bahwa intensitas air yang tinggi di daerah hilir diakibatkan kondisi di hulu tidak ada lagi faktor penghambat laju air. 

Hutan alamiah semakin menghilang, padahal hutan adalah pengendali siklus hidrologi. Sebab lainnya yang bisa dituding yaitu menjamurnya pemukiman di wilayah tangkapan air. Nah, kalau masuknya air laut ke pemukiman apa karena faktor penggundulan hutan juga?

Bicara di ranah global, bencana alam juga terjadi di banyak negara. Kekeringan, badai, serangan hama dan juga naiknya air laut yang disebabkan mencairnya es di kutub menjadikan banyak pulau tenggelam. Mencairnya es karena suhu Bumi menghangat, ini disebabkan karena banyaknya polutan di atmosfer yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, semisal CO dan CO2. 

Industrialisasi dan aktivitas pembakaran energi fosil dari kendaraan bermotor menjadi pemicu. Dampaknya, cahaya Matahari yang masuk ke Bumi tidak bisa dipantulkan lagi ke ruang angkasa karena terhalang oleh polutan. Cahaya tersebut akan memantul ke Bumi lagi, sehingga suhu Bumi meningkat. Inilah yang disebut dengan istilah green house effect.

Dunia yang dihuni manusia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Dari gambaran itulah betapa mendesaknya pola hidup ramah lingkungan untuk dijadikan sebagai tingkah laku standar umat manusia. 

Perubahan iklim yang kita hadapi saat ini bukanlah mitos atau dongeng pengantar tidur, bukan pula imajinasi khayal dari ilmuwan lebay, sekali lagi bukan, ini nyata ada di depan mata umat manusia. 

Kalau saja manusia masih abai, masih hidup dengan eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya alam, maka dampaknya bisa mengancam keberadaan manusia sendiri. Bisa diibaratkan, manusia seperti menggali lubang kuburnya. 

Mengutuk jelas tidak akan menciptakan perubahan. Kita bisa menyalakan lilin walaupun nyalanya tidak terlalu terang, tetapi cukup membantu melihat dalam gelap. 

Untuk itu ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh generasi sekarang untuk mengerem kerusakan alam. Salah satunya melalui gaya hidup yang ramah lingkungan. 

Selain itu merubah budaya umat manusia, dengan tujuan untuk menanamkan tanggung jawab memelihara Planet Bumi, terutama kepada anak-anak sebagai generasi penerus peradaban. Pemahaman ini harus ditularkan, karena manusia adalah bagian dari ekosistem, dipengaruhi ekosistem dan berpengaruh terhadap ekosistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun