Dalam tulisan Redaksi Kompasiana berjudul "Ragam Cara Menghargai Jasa Pahlawan", di sana tertulis Kementerian Sosial memberikan tunjangan kepada pada keluarga pejuang.
Total tunjangan yang dikucurkan ialah sebesar Rp 50 juta per tahun kepada 90 orang keluarga pahlawan nasional. Kemudian ada pula untuk 56 orang Perintis Kemerdekaan dengan nilai sebesar Rp 8.692.000 per tahun. Dan terakhir kepada 441 orang janda perintis kemerdekaan dengan nilai Rp 2 juta per tahun.
Adalah Milly dan Wina. Mereka berdua adalah pekerja sosial senior jebolan Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung. Dengan idealisme dan kegigihannya, mereka mengabdi sebagai relawan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.
Keduanya mengaku bangga sekaligus tertantang ketika diberi mandate untuk bertugas di rumah sakit khusus penanganan COVID-19 bersama 414 Pekerja Sosial lainnya.
"Pahlawan paling utama di masa pandemi adalah tenaga medis yang berjuang langsung di titik episentrum penanganan COVID-19. Secara statistik, banyak korban meninggal akibat COVID-19 berasal dari tenaga medis. Selain itu, tim pendukung tenaga medis seperti tim logistik, relawan non medis, edukator masyarakat, satgas penanganan COVID-19 level nasional maupun daerah, juga patut disebut sebagai pahlawan karena tanpa dukungan mereka, penanganan dampak COVID-19 tidak akan berjalan maksimal," ujar Milly seperti dikutip oleh situs resmi Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui artikel berjudul, "Pekerja Sosial sebagai Pahlawan Kesehatan Mental di Masa Pandemi".
Sedangkan kawan seperjuangannya yang bernama Wina berpendapat demikian, "Saya memilih penyintas COVID-19 dan orang-orang yang merangkul penyintas COVID-19 dengan tangan terbuka sebagai pahlawan sesungguhnya!"
Menurut Wina, di masa pandemi seperti ini, banyak stigma sosial "negatif" yang dialamatkan kepada para penyintas Covid-19, bahwa secara sosial ruang gerak mereka menjadi terbatas. Nah, mereka-mereka yang berani merangkul dan membantu para penyintas Covid-19 ini untuk diterima kembali di lingkungannya layak disebut sebagai pahlawan.
Selama ini, manakala terdengar istilah "pahlawan" di telinga kita, barangkali dalam angan dan imajinasi kita masing-masing akan terbayang sosok para pejuang maupun veteran, yang telah mengorbankan keringat, darah, dan air matanya demi kemerdekaan republik ini!
Sedangkan di bangku sekolah maupun kuliah, tentu istilah "pahlawan tanda tanda jasa" seringkali kita dengar untuk mewakili sosok para guru maupun dosen yang sudah mengorbankan tenaga dan waktunya demi memajukan dunia pendidikan di Indonesia.
Dan di masa pandemi ini, tenaga kesehatan, para pekerja sosial seperti dalam cuplikan kisah duet Milly dan Wina di atas, apparat keamanan, para pejabat pemerintahan, petugas PMI, dan semua pihak dan dengan perjuangan dan dedikasinya masing-masing, layak disebut sebagai "pahlawan", entah dengan sebutan "pahlawan di masa pandemi" atau istilah-istilah lain yang merujuk pada maksud yang sama.