Ketika membuka facebook sangat sering sekali time line dipenuhi oleh doa-doa baik itu rasa syukur maupun permintaan kepada Tuhan. Apakah ini sebuah pertanda akulturasi budaya? Yaitu peleburan budaya agama dan budaya teknologi?
"Terimakasih ya Tuhan atas NikmatMu ini."
"Tuhan, kabulkanlah harapanku pagi ini."
"Bagi siapa yang meng-aminkan doa ini ditambah rejeki dan sehat oleh Tuhan."
"Ya Tuhan jauhkanlah saudara-saudaraku dari bencana."
Dan tentunya masih banyak lagi model doa dan harapan yang bertebaran di time line facebook.
Apakah ini salah? Tentu saja tidak. Apakah ini buruk? Tentu saja tidak. Hal ini lebih baik daripada tulisan-tulisan kebencian, adu domba dan saling menyalahkan antar keyakinan beragama.
Atau hal tersebut sebagai tanda pergeseran budaya berdoa? Ya, berdoa yang tadinya harus dilakukan dengan kondisi bersuci, dengan pakaian yang jauh dari najis dan di tempat yang dikatagorikan suci pula, kini dapat dilakukan dengan sangat mudah tanpa memperhatikan hal-hal yang menyangkut kesucian berdoa.
Anda masih makan, masih mengunyah makanan dan dapat dengan mudah membuka facebook untuk posting doa anda. Anda habis kencing dan mungkin lupa kalau habis kencing dan dapat dengan mudah posting doa anda. Namun setidaknya apabila hal-hal itu yang anda lakukan, artinya anda menyadari bahwa berdoa seharusnya dapat dilakukan dengan sangat sederhana dan dalam kondisi apapun juga.
Doa yang bertebaran di facebook juga mencerminkan bahwa kalimat doa tidak harus dalam bahasa tertentu. Setidaknya para pendoa facebook meyakini bahwa Tuhan Digital lebih universal dan lebih dapat memahami semua bahasa daripada Tuhan sebelumnya yang hanya mengenal satu bahasa.
Dan setidaknya pula, para pendoa yang lebih memilih berdoa di facebook sebenarnya sedang melakukan protes kepada Tuhan sebelumnya yang mungkin dianggapnya kolot. Sedangkan Tuhan Digital mungkin merupakan sebuah lambang universal yang lebih memahami perasaan manusia modern di jaman teknologi ini.