Jadi sebutan zona hitam itu berdasarkan interpretasi atas gambar tangkapan layar di mana wilayah Surabaya terlihat berwarna hitam, yang padahal berwarna merah tua. Hal itu lalu diperkuat oleh pernyataan seorang pengguna Facebook yaitu Ika Devi.
Penyebutan istilah zona hitam itu sendiri kemudian dikoreksi pada bagian berita selanjutnya.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyebutkan bahwa zona yang dimaksud memang tampak berwarna hitam namun aslinya berwarna merah. Dicky mengatakan bahwa untuk penambahan kasus di atas 2000 maka warna satu zona pada peta akan tampak berwarna hitam.
Dicky Budiman:
"Sebetulnya yang aslinya itu bukan warna hitam, aslinya warna merah. Jadi ketika angka kasus baru di atas 2.000-an, maka daerah itu akan berwarna merah. Jadi tampak seperti hitam."
Pernyataan Dicky Budiman kemudian dipertegas oleh tulisan lain yang berisi penjelasan warna zona menurut Color Zone Pandemic Response Version 2.
Panduan yang dipublikasikan oleh Chen Shen dan Yaneer Bar-Yam hanya mendefinisikan 4 warna zonasi yang berhubungan dengan pandemi Covid-19. Empat warna yang dimaksud adalah hijau, kuning, oranye, dan merah. Tidak ada kategori zona hitam menurut Chen Shen dan Yaneer Bar-Yam (kompas.com, 03/07/2020).
Dampak kekeliruan
Pelabelan daerah Covid-19 berdasarkan interpretasi zona warna yang semena-mena dapat menimbulkan persoalan baru. Yang pertama adalah terjebak dalam inkonsistensi. Kemudian yang kedua adalah pandangan konsumen berita.
Inkonsistensi terjadi karena daerah lain --dalam kasus ini-- yang lebih parah dari Surabaya (atau Solo) tidak disebut zona hitam.Â
Jakarta sebagai contoh. Pemkot Surabaya merasa bahwa label zona hitam di kotanya bersifat diskriminatif karena wilayah ibu kota yang kasus coronanya lebih tinggi tidak disebut zona hitam (kompas.com, 03/06/2020).
M Fikser, Koord. Humas Satgas Covid-19 Surabaya:
"Pertanyaan saya, Jakarta yang angkanya di atas Surabaya, ada enggak warnanya hitam? Itu pertanyaan saya, ini yang tadi didiskusikan."
Inkonsistensi kategori kemudian akan menimbulkan persepsi yang berlainan pula di kalangan konsumen berita.