Pemerintah menghadapi berbagai persoalan serius di luar masalah wabah corona yang sudah berlangsung 3 bulan lebih.
Papua makin bergejolak akhir-akhir ini dengan rentetan perlawanan separatis OPM yang tak pernah sepi. Resistensi pengusung ideologi khilafah, aktifnya sel-sel teroris, dan terbaru yaitu gerakan Anarko Sindikalisme; seakan-akan bahu membahu merintangi gerak cepat pemulihan kondisi bangsa.
Selain kelompok kepentingan tadi, oposisi politik juga tak lelah memproduksi komentar bernada miring lewat medsos atau media lain atas apa pun yang dilakukan pemerintah. Mereka punya waktu luang lebih banyak dibandingkan pemerintah yang sedang pontang-panting menangkal wabah.
Beda oposan dengan kelompok kritis adalah; mereka konsisten nyinyir mencela setiap keputusan pemerintah, bahkan tak segan melempar umpan testing the water untuk memancing reaksi publik. Sementara kelompok kritis yang netral mereka lebih berimbang dalam mengemukakan kritik dan menyampaikan apresiasi.
Wilayah abu-abu penanganan wabah
Sejumlah isu terkait penanganan Covid-19 akhir-akhir ini kemudian menjadi polemik pro-kontra yang cukup menonjol. Isu-isu tersebut antara lain: penetapan pembatasan akses wilayah, larangan mudik, dan persoalan ojek online.
Sebelum PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ditetapkan, banyak pihak menyerukan penerapan lockdown. Apa pun maksud dan pengertiannya, paham atau tidak, pokoknya lockdown! Tetapi pemerintah di bawah arahan Jokowi bergeming.
Sekarang dengan penetapan terminologi  PSBB yang berkekuatan hukum, isu pembatasan akses wilayah menjadi terkendali, tidak liar seperti sebelumnya. Apalagi daerah juga tidak bisa bebas berteriak begitu saja di ruang publik seperti dahulu. Para kepala daerah itu dituntut bertanggung jawab soal kesiapan dan konsekuensi PSBB yang harus mereka tanggung.
Berikutnya adalah arus mudik warga untuk menghindari menyempitnya peluang usaha di kota gara-gara pandemi.
Sikap pemerintah terhadap melonjaknya arus para perantau dari kota episentrum penyebaran corona juga terkesan 'membingungkan'. Kebijakan yang belum tegas seolah menjadikan pemerintah berada pada posisi antara: mengizinkan tidak, melarang juga belum. Kabar terakhir, baru para pegawai negeri yang telah resmi dilarang. Hal itu masuk akal mengingat PNS secara struktural lebih mudah dikendalikan dibanding warga kebanyakan.
Polemik paling kontroversial  adalah kebijakan ojek online.