Sepakbola Indonesia seperti berada didalam kotak kaca, yang bisa dilihat, dipajang, namun tidak bisa keluar. Bertahun tahun tidak berubah menjadi lebih baik. Bahkan sejak penulis dibangku sekolah menegah, PSSI sebagai organisasi olahraga tertua di tanah air, berganti kepemimpinan, tetap tidak menunjukkan perbaikan prestasi secara signifikan. Sama seperti targetnya dari dulu sampai sekarang, target Juara Sea Games trus Juara AFF. Buat apa?? dua duanya bukan kalender FIFA
Harapan mulai ada saat di gelarnya kompetisi Liga Semi profesional, kala itu disebut Galatama, memisahkan diri dari kompetisi perserikatan yang notabene hanya orang yang hobby main bola, namun ikut dalam turnamen sepak bola nasional.
Jadi banyak pemain perserikatan ini yang PNS atau bekerja di instansi tertentu namun hobby main bola, dan ada fasilitas kompetisi sampai tingkat Nasional. Perserikatan ini contohnya Persib, Persebaya, Persija, dan lain lain, pokoknya yang ada Per nya. Mereka itu sebenarnya bukan Klub, karena didalamnya punya kompetisi sendiri, misal Persebaya didalamnya ada klub suryanaga dll.

Nah bergulirnya Galatama, sebagai kompetisi semi pro, saat itu sebenarnya sudah berada di jalur yang benar, home and away, layaknya Liga diseluruh dunia, namun kelemahannya, saat itu masih sepi penonton, karena namaklub tidak mewakili daerahnya. Contoh Niac Mitra, Pelita jaya, kecuali Arema karena saham dimiliki oleh suportenya.

Mungkin ada yang masih ingat saat Persib VS Mastrans Bandung raya, di Liga Dunhil, yang satu amatir kumpulan orang hobby main bola tanding lawan pemain semipro yang menggantungkan hidupnya dari bola. Yang seharusnya terjadi adalah Liga Utama atau Liga 1 adalah klub Galatama dan perserikatan harus dibubarkan, karena tidak ada didunia ini kompetisi amatir jadi kompetisi utama Nasional.
Korbannya jelas, satu persatu Klub Semipro galatama bubar karena secara financial tidak sanggup lagi, karena penonton Jakarta pasti lebih memihak Persija, yang notabene amatir saat itu dibanding menonton Pelita Jaya.
Padahal Galatama diawal sempat jadi acuan kompetisi J League Jepang. Harusnya tumbuhan yang bagus itu di pelihara, dan semak yang menggangu di bersihkan. Tapi siapa yg berani bubarkan perserikatan saat itu, karena jadi tunggangan politik, terutama saat partai final. Ini salah satu contoh ketidakmampuan pengurus PSSI membangun sepakbola nasional, karena tidak memiliki kompetensi terkait industri sepakbola.
Keputusan keputusan salah selalu dihasilkan dari organisasi yang tidak profesional. PSSI selalu dipimpin oleh politisi, birokrat juga exconya . Sehingga keputusan selalu berbau politik, bukan untuk kemajuan sepakbola nasional. Inilah yang terjadi bertahun tahun, Liga amburadul, pengaturan skor, klub tidak punya Training ground, tidak punya akademi pemain muda, dan ini tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun ini.
Terpilihnya Erick Thohir dan Ratu Tisha, mendapat sambutan yang luar biasa, untuk melakukan revolusi sepakbola nasional. Bagai angin segar yang sudah ditunggu bertahun tahun. Timnas suatu negara akan maju jika Federasinya di kelola secara porfesional dan dipimpin oleh orang yang mengerti sepakbola dan bisnis.