Mohon tunggu...
Agung Kresna Bayu
Agung Kresna Bayu Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Fisipol UGM

Mengolah keseimbangan intelektual antara logika dan spiritual

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik: Seni Membuat atau Mengolah Kontroversi

26 Juli 2019   13:19 Diperbarui: 26 Juli 2019   13:34 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ayunitas92.wordpress.com

Semakin hari kita menyadari, bahwa dunia politik di Indonesia layaknya panggung sandiwara bagi para ambisius serta gila kehormatan dan pengakuan. Hampir setiap waktu, saat menyalakan televisi, membuka halaman koran, dan memasuki mesin pencarian pada dunia maya--perbincangan, perdebatan, persoalan--terkait politik selalu menjadi bagian yang menyertainya.

Tontonan perbedaan pendapat antar tokoh di umbar melalui berbagai acara di  media, masyarakat luas justru menghendaki hal tersebut dan menjadikannya sebagai internalisasi pandangan serta akan diperdebatkan kembali bersama kolega, teman, tetangga, dsb. Namun, pada paparan ini akan mencoba untuk mengurai mengapa multi pihak merasa nikmat atas pertingkaian, permusuhan, dan adu argumen berujung emosi dalam dunia politik tanah air. Apakah hal tersebut merupakan hiburan bagi masyarakat biasa atau jutru kita harus memeriksa lebih jeli bagaimana "wakil" rakyat tersebut memainkan perannya sebagai pelayan serta perekat bangsa?

Mengapa publik sangat menyukai berita-berita yang berbau kekerasan, pembunuhan, pertikaan. Hampir tiap hari kita--mendengar, menyaksikan--hal tersebut. Pada sisi lain, berita yang mewartakan soal--perdamaian, kesuksesan, bernada keberhasilan--seolah hanya menjadi selingan. Coba tengok seusasi pemilu kemarin, tontotan terkait pertikaian akibat dugaan kecurangan, atau  fanatisme terhadap tokoh menggunakan jubah identitas  melibas pihak lain yang berbeda. Padahal apakah kita menyadari bahwa, sefanatik apapun--suara masyarakat--seolah berujung pada pemanis saja, karena aktor-aktor politik juga memiliki kepentingannya sendiri, sehingga ucapan sakti "demi rakyat", "demi ibu pertiwi", "bagi bangsa dan negara" hanya sebatas jargon suci pendingin publik yang mulai jengah dengan panggung sandiwara ini. 

Pada sisi lain, para pakar politik beradu argumen bahwa ini adalah keberhasilan demokrasi, saat publik menyadari posisinya dari segala kelas serta identitas masyarakat dapat memperbicangkan putusan kebijakan atau program pemerintah. Namun, apakah hal ini yang diinginkan dengan demokrasi serta politik di Indonesia? Marilah kita menyadari bahwa antara seorang pemimpin, anggota dewan, pejabat publik, dan masyarakat desa pinggiran, pesisir, bantaran sungai adalah sama-sama warga negara Indonesia.

Konstruksi atas kelas sosial yang menjadikannya berbedah dan bertukar-tukar posisi, jika melihat jargon-jargon politisasi melalui tawaran program serta janji-janjinya, maka secara posisi masyarakat memiliki posisi yang harus dilayani, bukan justru harus melayani fantasi mereka. Kita menyadari, ada beberapa tokoh politik yang baik, namun mereka hidup dalam situasi yang tidak sehat, sehingga publik secara general menilainya sebagai tokoh tidak sehat. 

Sulit dan tidak pernah terbayangkan untuk merubah situasi politik yang sangat kompleks ini, ingin menjadi pembeda dengan cara pandang baru yang tidak membuat masyarakat bosan serta tersadar akan permainan ini semua jutru dianggap sebagai orang "aneh" dan tidak memahami realita. Namun, kapan kita dapat menyadari ini semua bukan bertujuan untuk merubah secara besar, namun mulai dengan menyadari posisi diri dan meruabah cara berpikirnya. Ini yang menjadikan diri akan menyadari bahwa, Ia adalah bagian dari masyarakat, lingkungan, negara, dan dunia. Inilah sejatihnya yang dimaksud dengan pengertian politik, bukan bahasan semu atas kontruksi media yang menjadikan kita memahami politik sebagai dunia tipu muslihat, mecari suara dengan megakili masyarakat untuk duduk di kursi "wakil" rakyat. 

Mimpi kita bersama pembaca tulisan ini adalah sama, dimana ingin menciptakan keadaan yang lebih baik serta berguna bagi banyak orang. Lantas bukan saatnya kita berdebat dan bertikai layaknya tontontan di mendia. Ruang perdebatan dan perbedaan adalah hal yang bagus, tetapi bagaimana kita menyadari bahwa ada nilai bersama yang tengah diperjuangakn dengan berbagai perbedaan terebut, sehingga kita akan fokus pada upaya bersama mencapainya bukan justru bertikai pada titik perbedaan yang berujung pada menara gading serta berujung pada "hiburan" bagi masyarakat luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun