Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) adalah strategi perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan cara mengeksploitasi kesenjangan (gap) dan ketidaksesuaian (mismatch) peraturan perpajakan. Praktik BEPS dilakukan dengan cara (1) membuat keuntungan serendah-rendahnya atau tidak ada keuntungan sama sekali demi kepentingan perpajakan; dan (2) mengalihkan keuntungan yang dimiliki ke yurisdiksi atau negara dengan tarif pajak lebih rendah. Berikut adalah studi kasus kualitatif dan kuantitatif mengenai BEPS.
1) Kasus Kualitatif
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Tax Justice Network (2023), kerugian pajak tahunan yang disebabkan oleh corporate tax abuse mencapai 2.736,5 juta USD. Selanjutnya, Tax Justice Network (2023) juga melaporkan bahwa laba yang “digeser” ke dalam (shifted profit inward) di Indonesia diperkirakan mencapai 2.211 juta USD dan laba yang “digeser” ke luar (shifted profit outward) mencapai 10.946 juta USD. Dengan melihat nilai yang signifikan pada kehilangan potensi perpajakan, tentu.
OECD mengeluarkan 15 aksi untuk memberikan pedoman mengenai penanggulangan Base Erosion and Profit Shifting, di pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai BEPS Action 1 yaitu Tax Challenges Arising from Digitalisation.
Semakin pesat, cepat, dan ekspansifnya perkembangan dan transformasi digital tentu berimplikasi secara mendalam pada tatanan ekonomi dan sosial masyarakat. Salah satu implikasi mendalam yang dialami pada tatanan ekonomi dan sosial masyarakat adalah impikasi perpajakan yang termasuk pemajakan secara langsung, pemajakan secara tidak langsung, isu kebijakan perpajakan, dan isu administrasi perpajakan.
Anggota OECD/G20 menyiapkan Kerangka Inklusif (Inclusive Framework) tentang BEPS untuk menemukan solusi komprehensif dan berbasis konsensus terhadap tantangan yang timbul dari digitalisasi. Secara khusus, Inclusive Framework telah menyelenggarakan konsultasi publik yang melibatkan isu-isu penting. pemangku kepentingan termasuk pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil, akademisi, dan masyarakat luas menyambut beragam pendapat mengenai masalah ini untuk membantu kita menentukan arah ke depan. Untuk memperkuat keberlanjutan, Inclusive Framework juga melakukan analisis ekonomi dan penilaian dampak untuk memastikan bahwa solusi apa pun melengkapi konvensi yang ada untuk menjamin integritas sistem perpajakan global.
Pemerintah Indonesia terus berupaya mengatasi permasalahan ini dengan memberikan payung hukum dan regulasi yang mengakomodasi, salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.03/2022 mengenai Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. PMK 60/PMK.03/2022 merupakan respons pemerintah Indonesia untuk memberikan kejelasan hukum atas pesatnya digitalisasi yang merujuk pada BEPS Action 1 yaitu Tax Challenges Arising from Digitalisation.
Daftar Pustaka
Tax Justice Network. (2023). State of Tax Justice 2023. available at https://taxjustice.net/reports/the-state-of-tax-justice-2023/