Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Sepelekan Masalah Anak

21 April 2015   07:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_411464" align="aligncenter" width="525" caption="ilustrasi-dokpri"][/caption]

Satu hari untuk keperluan menghadiri sebuah acara, penulis pulang ke rumah cukup larut. Berkendara roda dua dengan waktu tempuh lumayan, selama lebih dari dua jamduduk di jok. Pantat terasa panas tak nyaman, badan capek dan mata menahan kantuk. Menembus kemacetan ibukota yang jamak, sempat mendapat bonus berupa ban bocor. Langit malam Jakarta dihiasi hujan rintik, dengan jaket hujan melekat di badan mendorong motor. Alhasil capek menjadi double, selain lelah fisik menyergap capek perasaan. Prasangka buruk menyeruak hadir, ketika tak jauh dari lokasi bocor terdapat tukang tambal ban.

"Jangan- jangan ulah tukang tambal" bisik hati "sengaja menebar paku untuk keuntungannya".

Selain kalimat "Bang, tambal ban yang belakang ya" tak ada kalimat lain terucap. Sambil berlindung dibalik jaket hujan, berdiri di bawah terpal agar tak terlalu kehujanan. Tak sampai tigapuluh menit, dua bagian bocor sudah teratasi dengan baik. Melanjutkan pulang ke rumah, menahan lelah yang semakin bertambah.

Sampai di rumah hampir jam sembilan, anak anak menyambut ayahnya datang. Rasa lelah sedikit menyingkir, mendengar celoteh dua buah hati. Segera cuci muka, gosok gigi sekalian wudhu, berganti kaos menunaikan isya' yang tertunda. Bidadari kecil menunggui di belakang, duduk tak jauh dari gelaran sajadah. Wajah polosnya memandang sang ayah, seolah ada yang ingin disampaikan.

"Ayah, tadi gamesnya dimainan adik" curhatnya (adik adalah saudara sepupu).

"ayah berdoa sebentar ya sayang" ujar sang ayah

Si kecil menunggu beberapa saat, dan duduk dipangkuan sang ayah. Hati siapa yang tak luluh, ketika si kecil berada dipangkuan. Tak kuasa ingin menumpahkan segalanya, peristiwa seharian yang dialami. Tak lama berselang ibadah usai, kembali kalimat yang sama terdengar diulang.

"memang kenapa kok bisa dimainin" tanya sang ayah penasaran.

Mengalirlah cerita yang sudah dipendam, disiapkan khusus untuk diperdengarkan pada ayahnya. Wajah sang ayah dipasang serius, meyediakan diri sebagai pemecah masalah.

"nanti kalau ketemu adik, biar bunda bilangin ya nak" sang ayah memberi solusi.

Gadis kecil mendadak berubah wajahnya, galau di hati yang bergelayut seolah sirna. Langkah mungilnya bergeser menuju kamar, bersiap tidur bersama sang ibu. Si ayah masuk kamar kakaknya, menemani mbarep tidur berdua. Dua kamar di rumah mungil tersedia, satu untuk sikecil dan ibunya, yang lain untuk kakak dan ayahnya.

"Ayah tadi disekolah ada kejadian tak menyenangkan" lelaki kecil membuka obrolan, begitu ayahnya masuk ke dalam kamar.

"memang kejadian apa, kok tidak menyenangkan" si ayah menyahut penasaran, sembari merebahkan badan diatas kasur

"Kakak merasa didholimi" cetusnya

Kalimat pembuka ini terasa berat ditelinga, mungkin juga representasi perasaan yang kesal. Kemudian diawal lelap mengalir cerita, tentang teman yang main rahasia. Dalam satu group si sulung merasa dikucilkan, tak dibagi informasi yang mustinya diketahui.

Sang ayah mendengarkan dengan seksama, menimpali seperlunya dan berusaha membesarkan hati. Dua curhatan tersampaikan sudah, mungkin plong sudah dua hati kecil. Masalah anak anak memang tak rumit, pun tak sepelik masalah orang tua. Namun menurut sudut pandang mereka (anak anak), pasti cukup rumit dan cukup pelik. Rasanya tak bijak meremehkan masalah orang lain (baca anak anak), karena memandang dari sudut pandang diri sendiri.

*****

[caption id="attachment_411465" align="aligncenter" width="532" caption="ilustrasi- dokpri"]

1429576678380727435
1429576678380727435
[/caption]

Penulis mengoleksi beberapa buku tentang parenting, sesekali berkesempatan mengikuti kelas tentang pengasuhan. Anak anak juga manusia lengkap dengan fitrah, mereka memiliki masalah sendiri. Ada bagian yang tak bisa dicampuri orang tuanya, adalah ujian ujian yang memang musti dihadapi sendiri. Bahkan ketika orang tua intervensi pada masalahnya, bisa jadi gagal pembelajaran dan pembangunan mentalnya. Kecuali sudah sangat bahaya, semestinya anak anak dibiarkan belajar menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang tua cukup memberi masukan dan arahan, sehingga menjadi acuan si anak saat berhdapan dengan masalah.

Pada dasarnya siapapun termasuk anak anak, membutuhkan masalah untuk membangun mental. Dari masalah akan tumbuh kesempatan, untuk belajar menyelesaiakan. Bukankah pelaut yang handal, tidak berasal dari laut yang tenang. Setiap masalah yang hadir memiliki esensi, demi kekokohan jiwa pemiliknya. Satu yang diperlukan adalah ilmunya, agar mampu menghadapi masalah dengan baik. Ketika ilmu sudah digenggaman, maka outputnya adalah menjadi lebih bijaksana.

Anak anak membutuhkan asupan itu melalui orang tuanya, betapa ayah dan ibu musti tak henti membekali diri. Memperkaya wawasan keilmuan, agar menjadi bijak menghadapi onak duri kehidupan.

Bukankah Sang Pencipta berjanji dalam kitab suci,dalam surat al mujadalah ayat 11. "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu ke dalam beberapa derajat"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun