Kompasianer, tak dipungkiri ada karakter orang mengentengkan utang. Sengaja mengabaikan kewajiban membayar, tanpa peduli keadaan si pemberi utang. Pemilik uang, notabene telah berbaik hati meminjamkan uang. Dibalas sikap menyakitkan, sikap yang menyiksa perasaan.
Sementara waktu terus berjalan, bertahun-tahun tak kunjung dilunasi. Saking bosan, pemilik uang malas menangih. Seperti menyimpan bara, setiap saat akan tersulut saat ada pemantiknya.
Pemilik utang jangan merasa tenang, ketika yang kau utangi enggan menagih. Kalian telah merusak kepercayaan orang, melukai orang yang telah menolong. Kalian telah merusak reputasi, sehingga orang baik itu tak lagi simpati.
Padahal dengan dikabulkannya utang, kalian sedang diberi sebuah amanah besar. Mau dijaga atau justru dirusak kepercayaan itu, sepenuhnya keputusan pengutang. Tetapi hukum sebab akibat itu ada, bakal dirasai pelakunya.
Bagi pengkhianat janji, dijamin sulit mendapat kepercayaan. Orang yang curang, tak akan sudi orang lain memberi pertolongan.
Sikap amanah itu mahal, tak tertakar nominal uang. Sekali pengingkaran janji, seumur hidup risiko ditanggung. Bagi pembohong, tak ada kesempatan kedua.
---- ---- ----
Di umur setengah abad lebih satu, alhamdulillah masih ada jatah waktu dipinjamkan-Nya. Aneka peristiwa saya lalui, aneka kejadian pernah dirasai.
Pernah berada di keadaan lapang, dengan mudahnya mewujudkan keinginan. Tak jarang di kesempitan, yang diingini sulit terwujud. Sikap ibu saya contoh, saat di beberapa keadaan.