Sepuluh tahun lebih, saya menjadi warga perumahan di daerah Tangsel. Sebuah perumahan lawas, dibangun dan ditempati awal 80-an. Seorang warga pemula yang kami sepuhkan, berkisah di blok kami awalnya dihuni hanya 6 rumah. Kala itu terbilang masih rawan, enam KK bergantian ronda setiap malam.
Akses perumahan belum semulus sekarang, musti memutar jauh arah Bintaro. Jalan raya yang ada sekarang, statusnya masih kebon warga kampung. Ndilalahnya pemiliknya bermurah hati, sebelum meninggal mewakafkan tanah untuk jalan umum. Nama beliau, akhirnya dijadikan nama jalan masuk.
Kalau dihitung-hitung, yang aktif sekarang masuk generasi kedua. Sebagian sesepuh sudah berpulang, rumah ditinggali putra/putrinya yang sudah berkeluarga. Sebagian warga lama ada yang pindah atau ikut anak, kemudian rumahnya dijual.
Saya adalah pendatang, membeli rumah dari warga tinggal bersama anak sulung. Secara usia saya masuk generasi kedua, sepantararan anak-anak warga pemula. Dan generasi kami, menjadi pengurus RT.
Maka tak mengherankan, kalau warga yang tinggal relatif heterogen. Ada yang sudah sepuh, tinggal bersama anak cucu. Ada putra putri warga lama, membeli rumah di komplek yang sama. Ada yang warga pendatang (seperti saya), kemudian tinggal berpuluh tahun.
Pasti ada enak, tidak enaknya, lingkungan masih menganut budaya lama. Tergantung bagaimana kita beradaptasi, apalagi sebagai pendatang dituntut pintar membawa diri. Musti banyak mengalah, lebih banyak mengesampingkan ego.
Bagi saya, kerukunan warga adalah utama. Gap yang sepuh dan muda musti diminimalisasi, mengingat mereka adalah perintis. Yang muda musti hormat dan manut, meski banyak ide yang terkesan kuno. Semua demi kebersamaan, demi kerukukan dan kekompakan dalam jangka panjang.
Merajut Kerukunan Warga dengan Halal Bihalal
Minggu siang ini, warga di perumahan kami mengadakan halal bihalal. Tentu kami sambut dengan suka cita, mengingat dua tahun absen akibat pandemi. Kami sesama warga berkumpul, merekatkan kebersamaan yang telah kami bina.
Saya sudah bukan warga baru, tetapi tetap saja pendatang dan wajib menghormati sesepuh. Nama saya mulai diikutkan ini dan itu, menjadi panitia kegiatan warga. Setidaknya dua kali pilkada, saya menjadi petugas di TPS perumahan kami.