Kompasianer pasti sepakat, bahwa setiap manusia akan menempuh jalan hidup sendiri- sendiri. Mendapat jatah onak badai dilalui, lengkap dengan segala pahit dan manisnya kehidupan. Mendapat jalanan menanjak dan menurun, sesuai bagian yang telah ditentukan semesta.
Sunatullah bekerja begitu sempurna, bahwa semua yang dihadirkan tak lain demi kebaikan manusia. Bahwa semua berlangsung atas ijin-Nya, pun sehelai daun yang lepas dari tangkainya juga atas sepengetahuan-Nya. Termasuk wabah yang sedang kita hadapi.
Terhitung tahun ini tahun kedua berlangsung pandemi. (sebagian) Kita mulai merasakan kegelisahan, dihinggapi kekhawatiran akan hari-hari mendatang. Kita seperti berada di persimpangan, dibuat limbung menentukan arah perjalanan.
Dua belas bulan terakhir, ruang gerak menjadi sedemikian terbatas. Kesempatan bersosialisasi dan mengeksplor diri tak seleluasa sebelumnya. Dan hal sedemikian jamak dirasakan semua orang, ibarat memasuki kabut dengan jarak pandang terbatas.
Banyak di antara kita dirumahkan dari tempat pekerjaan, kehilangan mata pencaharian nafkah. Sumber pendapatan  dipangkas, mempengaruhi seretnya roda perekonomian rumah tangga. Â
Sementara kewajiban membayar ini dan itu musti tetap ditunaikan, sementara anak masih tetap bersekolah. Sungguh ujian kesabaran ini tidak bisa dibilang ringan.
Kondisi sedemikian pelik, di satu sisi bisa dijadikan kawah penggemblengan jiwa raga. Bahwa dalam ketidakpastian, terbuka kesempatan mengasah dan mengenal jati diri.
Ya, keadaan memang sedang tidak mudah. Tetapi menyatakan menyerah dan kalah, bukanlah sikap yang ideal dan bijaksana. Keadaan memang sedang serba susah, tetapi tidak berani menghadapi adalah kesalahan fatal.
Maka, apapun cuaca yang sedang terjadi, show must go on. Kehidupan musti terus berjalan, dan kita ikuti saja arus yang sedang dilewati.
-------